Indonesiainside.id, Yangon – Polisi Myanmar pada Selasa menembakkan peluru karet selama aksi protes di ibu kota Nay Pyi Taw dan Mandalay ketika ribuan orang menentang larangan demonstrasi, kata para saksi mata.
Meriam air dan gas air mata juga digunakan untuk melawan para pengunjuk rasa, yang menentang kudeta militer yang menggulingkan pemerintah terpilih pekan lalu.
Protes berlanjut selama empat hari berturut-turut, meski ada pembatasan baru.
Dewan Administrasi Nasional, yang dipimpin oleh Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta tak berdarah pada 1 Februari, mengumumkan bahwa pembatasan jam malam akan berlaku mulai pukul 8 malam waktu setempat mulai Senin ini.
Militer mengklaim kudeta itu dilakukan karena “kecurangan” dalam pemilihan.
Para pengunjuk rasa menuntut pengembalian demokrasi, dan pembebasan para pemimpin yang ditahan.
Saksi dan laporan media mengatakan beberapa orang terluka ketika polisi menggunakan meriam air dan menembakkan peluru karet.
Sementara Min Thu, yang melihat tindakan kekerasan polisi di dekat persimpangan ibu kota Thabyay Gone, mengungkapkan jumlah korban luka sekitar 10 orang.
Jaringan radio Radio Free Asia mengatakan setidaknya lima pengunjuk rasa, termasuk seorang wanita berusia 20-an, dilarikan ke rumah sakit umum.
“Seorang gadis ditembak di bagian dada dan segera dibawa ke rumah sakit,” kata seorang pengunjuk rasa lainnya, yang meminta namanya tidak disebutkan.
Sebuah video yang menunjukkan seorang wanita terlihat ditembak saat polisi menanggapi pengunjuk rasa yang melempar batu juga viral di media sosial.
Di Mandalay, pengunjuk rasa anti-kudeta menghadapi tindakan keras serupa, dan banyak yang ditahan oleh polisi.
Seorang jurnalis yang berbasis di kota terbesar kedua negara itu mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa pengunjuk rasa berkumpul di depan gedung kantor pemerintah, guna menuntut pembebasan mereka yang ditahan dan menolak untuk bubar.
Demonstrasi juga dilakukan di Yangon. Ko Ko Htay, seorang penduduk berusia 62 tahun di Lanmadaw, sebuah kota kecil di pusat kota, mengatakan mereka tidak mengakui pemerintah militer atau tidak akan menerima perintah dari mereka.
“Kami tidak akan sujud tapi terus melakukan protes sampai demokrasi dan pemerintahan sipil dipulihkan,” kata dia kepada Anadolu Agency.
Pada Senin malam, panglima militer, dalam pidato pertamanya di televisi sejak pengambilalihan kekuasaan, memastikan pemilihan baru setelah satu tahun pemerintahan militer.
Zin Mar Aung, seorang anggota partai yang berkuasa, mengatakan mereka tidak percaya pada janji junta militer.
“Ada janji palsu seperti itu setelah kudeta militer pada tahun 1990 juga. Perlu dua dekade untuk kembali ke pemerintahan sipil. Jadi, kami tidak akan membiarkan ini terjadi lagi,” kata Aung kepada Anadolu Agency melalui saluran telepon. (aa/msh)