Indonesiainside.id, Jakarta – Aktivis pro demokrasi Myanmar merencanakan unjuk rasa antikudeta besar-besaran pada hari Senin (15/3), setelah setidaknya 39 orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan di pusat komersial Yangon di mana pabrik-pabrik yang didanai China dibakar.
“Pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 22 pengunjuk rasa pro-demokrasi di pinggiran Hlaingthaya, Yangon pada hari Minggu,” kata sebuah kelompok advokasi dilansir CNA.
“16 pengunjuk rasa lainnya tewas di tempat lain, termasuk polisi,” kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Hal itu menjadikan sebagai hari paling berdarah sejak kudeta 1 Februari terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Darurat militer diberlakukan di Hlaingthaya dan di distrik Shwepyitha di Yangon.
Kedutaan Besar China mengatakan banyak staf China terluka dan terperangkap dalam serangan pembakaran oleh penyerang tak dikenal di pabrik garmen di Hlaingthaya, dan mereka telah meminta Myanmar untuk melindungi properti dan warga China.
China dipandang mendukung junta militer yang telah mengambil alih kekuasaan.
Diceritakan oleh media lokal, ketika asap membubung dari kawasan industri, pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa di pinggiran kota yang merupakan rumah bagi para migran dari seluruh negeri.
“Mengerikan. Orang-orang ditembak di depan mata saya. Itu tidak akan pernah terlupakan dalam ingatan saya,” kata seorang jurnalis foto di tempat kejadian yang tidak ingin disebutkan namanya.
Televisi Myawadday yang dikelola tentara mengatakan pasukan keamanan bertindak setelah empat pabrik garmen dan pabrik pupuk dibakar dan sekitar 2.000 orang telah menghentikan mobil pemadam kebakaran untuk menjangkau mereka.
Protes direncanakan pada Senin di kota kedua negara itu, Mandalay, kata aktivis Myat Thu, sementara penduduk di Yangon mengatakan demonstrasi direncanakan di dua wilayah kota. Kekerasan juga pecah di bagian lain Yangon saat protes berlangsung hingga Minggu malam.
“Tiga orang tewas dalam pelukan saya. Kami menyelamatkan sekitar 20 orang yang terluka tadi malam,” kata Zizawah, seorang penduduk dan pengunjuk rasa di distrik Thingyunkyun di Yangon.
Warga lainnya, May Myat Noe, 21, mengatakan ada tiga korban jiwa dan puluhan orang terluka di distrik Dagon Selatan setelah mereka keluar untuk memprotes.
“Mereka menggunakan senapan mesin dan terus menembaki orang-orang,” katanya.
Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.
Dr Sasa, perwakilan dari anggota parlemen terpilih dari majelis yang digulingkan oleh tentara, menyuarakan solidaritas dengan rakyat Hlaingthaya.
“Pelaku, penyerang, musuh rakyat Myanmar, SAC (Dewan Administrasi Negara) yang jahat akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap tetes darah yang tertumpah,” katanya dalam pesan.
Kematian terbaru akan menambah jumlah korban dari protes menjadi 126, kata AAPP. Dikatakannya lebih dari 2.150 orang telah ditahan pada hari Sabtu, dan 300- an lainnya dilepas. (EP)