Indonesiainside.id, Jakarta— Kelompok masyarakat sipil pengawas tahanan politik di Myanmar menyampaikan, pada Kamis pagi, warga Myanmar yang tewas telah mencapai lebih dari 217 orang sejak kudeta militer 1 Februari lalu. Sementara asosiasi Myanmar, menyerukan kekerasan dan pembebasan tahanan.
Asosiasi Pendamping untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan tambahan 9 orang tewas pada Rabu di kota Kale di Wilayah Sagaing, Kota Dagon Myothit, Kota Hlaing, dan Kota Mingalar Taung Nyunt di Wilayah Yangon, dan Kota Mandalay. AAPP juga mendapatkan laporan baru bahwa 6 orang tewas pada Selasa (17/3).
“217 orang dipastikan tewas oleh kudeta junta ini,” kata AAPP dalam laporan terbarunya. “Jumlah korban sebenarnya kemungkinan besar jauh lebih tinggi. Kami akan terus menambahkan,” tambah NGO yang berbasis di Myanmar tersebut.
Korban lebih lanjut akan ditambahkan saat dikonfirmasi. Selanjutnya hingga 17 Maret, AAPP melaporkan total 2.191 orang telah ditangkap, didakwa atau dihukum menyusul terjadinya kudeta militer pada 1 Februari.
AAPP juga menyebut bahwa memasuki bulan Maret, junta militer mulai menembak tanpa alasan jelas ke jalan-jalan. “Orang-orang yang bahkan tidak melakukan protes, anak-anak dan wanita, sekarang menjadi sasaran,” lansir AAPP.
AAPP juga mengatakan pasukan junta melakukan pembunuhan massal dan menjarah serta menghancurkan properti pribadi dan umum, jembatan umum, dan pembakaran secara sistematis.
Tindakan itu, lanjur AAPP, telah meluas dan terjadi di Yangon, Bago dan Kawa.
“Setiap kali mereka melakukan aksi kekerasan tersebut, media propaganda kudeta MRTV menuding masyarakat sebagai pelaku kekerasan,” terang AAPP.
Sementara itu, Komite Sangha Maha Nayaka Negara, asosiasi biksu paling terkemuka dan dihormati di Myanmar, menyerukan diakhirinya kekerasan junta dan pembebasan tahanan. Dalam kecaman atas tindakan keras terhadap demonstran pro-demokrasi, organisasi yang ditunjuk pemerintah itu juga mengatakan dalam draf pernyataan bahwa anggotanya bermaksud menghentikan kegiatan sebagai bentuk protes. (NE/AA)