Indonesiainside.id, Yangon–Kelompok pemberontak menuduh tentara Myanmar menggunakan kekuatan ekstrim untuk melancarkan serangan udara di perbatasan dengan Thailand. Serangan udara tersebut diduga menyebabkan lebih dari 12.000 warga sipil tak bersenjata, termasuk anak-anak, kehilangan tempat tinggal, lapor AFP.
Akhir bulan lalu, kelompok etnis bersenjata, Serikat Nasional Karen (KNU) merebut benteng militer di timur Kayin, selain membunuh 10 perwira militer. Menyusul langkah KNU, junta militer Myanmar melancarkan serangan balik melalui serangan udara dengan pemboman yang ditutup-tutupi.
Serangan dari 27 hingga 30 Maret itu menewaskan banyak orang, termasuk anak-anak. KNU juga merupakan salah satu lawan paling vokal melawan junta militer yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
Juru bicara junta militer, Zaw Min Tun, mengatakan serangan itu hanya ditujukan pada Brigade 5 KNU yang merupakan dalang serangan sebelumnya terhadap kubu militer dan pembunuhan perwira militer. “Kami baru melancarkan serangan udara hari itu. Kami telah menandatangani perjanjian gencatan senjata secara nasional.
“Jika mereka mematuhi kesepakatan, tidak ada alasan konflik pecah,” katanya.
Media etnis Karen dan kelompok sayap kanan sebelumnya telah melaporkan serangkaian pemboman serta serangan udara yang diluncurkan di seluruh negara bagian dalam beberapa waktu terakhir. Sekitar 3.000 orang melarikan diri ke Thailand Senin lalu dengan menyeberangi Sungai Salween untuk mencari perlindungan, tetapi Thailand mengklaim sebagian besar pengungsi kembali ke Myanmar dalam dua hari berikutnya secara sukarela. (NE)