Indonesiainside.id, Jakarta – Lembaga hak asasi manusia dunia, Human Rights Watch (HRW) melabeli pemerintah Zionis Israel telah menerapkan sistem apartheid dan melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Palestina. Hal itu terungkap dalam sebuah laporan baru pada hari Selasa yang menimbulkan kemarahan para pejabat Israel.
Dalam laporan setebal 213 halaman, kelompok advokasi yang berbasis di Amerika Serikat itu mengatakan istilah apartheid umumnya digunakan dalam arti “deskriptif atau komparatif” dalam kaitannya dengan Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, dan sebagai peringatan tentang apa yang terjadi saat ini terhadap Palestina jika terus berlanjut.
HRW menggarisbawahi setelah peringatan puluhan tahun terhadap kejahatan yang dilakukan zionis Israel, maka “ambang” status kejahatan terhadap kemanusiaan telah terlewati. “Pemerintah Israel jelas telah menunjukkan niat untuk mempertahankan dominasi Yahudi Israel atas Palestina di seluruh Israel dan wilayah Palestina yang diduduki,” ungkap laporan itu.
“Langkah itu telah digabungkan dengan upaya penindasan sistematis terhadap orang-orang Palestina dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan terhadap mereka. Ketika ketiga elemen ini terjadi bersamaan, itu sama dengan kejahatan apartheid,” bunyi laporan itu.
Rilis laporan itu muncul tiga bulan setelah publikasi serupa oleh organisasi hak asasi manusia Israel, B’Tselem, yang juga menuduh Israel menjadi “rezim apartheid” dengan alasan bahwa visi Israel sebagai negara demokrasi yang hidup berdampingan dengan wilayah pendudukan Israel “yang dihuni sekitar lima juta rakyat Palestina … jauh dari kenyataan.”
Pernyataan HRW itu juga sejalan dengan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag yang mengumumkan bahwa pihaknya sedang menggelar penyelidikan kejahatan perang terhadap Israel dengan fokus, antara lain, pada aktivitas pemukiman Israel di Tepi Barat. HRW mengatakan dengan temuannya berarti ICC harus terus maju dan “menyelidiki juga menuntut individu (pemimpin Israel) yang secara kredibel terliat” dalam kejahatan apartheid dan kemanusiaan.
Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza selama perang dengan tetangga Arabnya pada tahun 1967. Sebagian besar komunitas internasional menganggap ketiga wilayah itu sebagai wilayah Palestina yang diduduki dan semua bangunan permukiman di sana ilegal menurut hukum internasional. Israel membantah hal itu dengan mengutip klaim alkitabiah atas tanah tersebut dan status ambigu yang mereka pegang di bawah kendali Yordania dan Mesir sebelumnya.
Kesepakatan Oslo, yang ditandatangani pada 1990-an, yang memberikan otonomi terbatas kepada warga Palestina di Gaza dan sebagian Tepi Barat, dimaksudkan untuk membuka jalan bagi penyelesaian akhir konflik sebelum pergantian abad. Lebih dari 25 tahun kemudian, tidak ada tanda-tanda solusi dua negara yang dinanti, yang akan membuat negara Palestina merdeka hidup berdampingan dengan Israel.
HRW mengatakan proses perdamaian, sebuah frase yang digunakan sebagai tabir opini oleh Israel dan pendukungnya “untuk menentang upaya tindakan internasional berbasis hak atau akuntabilitas dan sebagai penutup untuk aturan diskriminatif yang mengakar Israel atas warga Palestina. ”
Apartheid adalah sebuah sistem pemisahan berdasarkan ras, agama dan kepercayaan, diskriminasi etnis dan pemisahan kelas sosial, dimana kelompok mayoritas mendominasi kelompok minoritas. Karakteristik yang muncul adalah pemisahan secara fisik serta wilayah setiap ras, kemudian diskriminasi terhadap distribusi servis dan jasa publik. Apartheid memaksakan sebuah praktek yang mirip dengan perbudakan dalam berbagai bagian kehidupan berdasarkan karakteristik berbeda, seperti ras. Apartheid adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merupakan kejahatan Internasional
Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammad Shtayyeh menyambut baik laporan tersebut dan mengatakan sudah waktunya bagi komunitas internasional untuk memikul tanggung jawabnya.
Sedangkan, Kementerian Luar Negeri Israel menyebut laporan itu “fiksi” dan mengatakan klaim itu “tidak masuk akal dan salah.”(Red)