Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota parlemen Israel akan memberikan suara pada hari ini, Ahad(13/6) untuk membentuk pemerintah koalisi baru dan mendepak PM petahana Benjamin Netanyahu dari tampuk kekuasaan.
Pemungutan suara yang krusial ini akan mengakhiri masa jabatan 12 tahun Netanyahu. Tapi jika gagal, bakal mengembalikan Israel ke jalan buntu yang kemungkinan akan memicu pemilihan umum kelima sejak 2019.
Di sisi lain Netanyahu saat ini tengah berjuang melawan tuduhan korupsi dalam persidangan yang sedang berlangsung menolak dakwaan itu sebagai konspirasi.
Pada Sabtu malam, sekitar 2.000 orang berunjuk rasa di luar kediaman resmi pria berusia 71 tahun itu untuk merayakan apa yang mereka yakini sebagai kepergiannya dari kursi perdana menteri yang dipegangnya sejak lama.
“Bagi kami, ini adalah malam yang besar dan besok akan menjadi hari yang lebih besar. Saya hampir menangis. Kami berjuang dengan damai untuk ini (kepergian Netanyahu) dan hari itu telah tiba,” kata Ofir Robinski salah satu pendemo kepada media lokal.
Aliansi delapan partai yang rapuh, mulai dari partai nasionalis Yahudi sayap kanan Yamina hingga anggota parlemen Arab, awal bulan ini berupaya membangun koalisi bersama diprakarsasi politisi Yair Lapid.
Pada hari Jumat, semua dokumen perjanjian koalisi yang telah ditandatangani diserahkan ke sekretariat Knesset, kata juru bicara Yamina.
Tetapi Netanyahu secara agresif mencoba memecah belah koalisi tersebut.
Namun, jika pemerintahan baru dikonfirmasi, Naftali Bennett, mantan menteri pertahanan, akan menjabat sebagai perdana menteri Israel selama dua tahun.
Koalisi yang tidak diduga pembentukannya itu muncul dua minggu setelah perang 11 hari antara Israel dan Hamas, kelompok Islam yang menguasai kantong Palestina di Gaza dan menyusul kekerasan antar-komunal di kota-kota Israel dengan populasi Arab yang signifikan.
“Kami akan bekerja sama, di luar kemitraan dan tanggung jawab nasional – dan saya yakin kami akan berhasil,” kata Bennett. (Red)