Indonesiainside.id, Beijing – Gerah dituding terus menerus Amerika dan sekutunya, kepala laboratorium biologis Center for Emerging Infectious Diseases Institute of Virology (WIV) Wuhan, China, Dr Shi Zhengli, membantah institusinya terkait dengan virus corona yang merebak di dunia.
“Bagaimana saya bisa menawarkan bukti untuk sesuatu yang tidak ada buktinya?” kata Dr Shi Zhengli kepada The New York Times, Rabu(16/6).
Zhengli menyatakan awalnya tidak mau bicara langsung kepada media karena kebijakan institusinya. Namun dia mengaku frustrasi dan terpaksa melakukan pembelaan laboratorium tempatnya bekerja.
“Saya tidak tahu kenapa dunia bisa sampai pada hal ini, secara konstan membanjiri keburukan pada ilmuwan-ilmuwan yang tidak bersalah,” tambahnya.
Sebelumnya, Zhengli juga sudah berulangkali membantah lab Wuhan ada kaitannya dengan asal muasal virus corona. Zhengli menyebut sama sekali tidak ada bukti kebocoran COVID-19 dari laboratoriumnya dan bahwa dia dan koleganya baru mengetahui kasus COVID-19 di akhir 2019. Hal ini setelah mereka meneliti sampel dari pasien yang kena pneumonia misterius.
Presiden AS Joe Biden bulan lalu memerintahkan badan-badan intelijen untuk menyelidiki asal mula pandemi, termasuk teori kebocoran laboratorium.
Hipotesis kebocoran telah dilontarkan sebelumnya selama wabah global, termasuk oleh pendahulu Biden, Donald Trump, tetapi secara luas dimentahkan karena dinilai sebagai teori konspirasi.
Tetapi baru-baru ini isu ini menguat kembali didorong oleh laporan bahwa tiga peneliti dari Institut Virologi Wuhan jatuh sakit pada 2019 setelah mengunjungi gua kelelawar di provinsi Yunnan, Tiongkok barat daya.
Shi Zhengli adalah pakar virus corona kelelawar, dan beberapa ilmuwan mengatakan dia bisa memimpin apa yang disebut eksperimen gain-of-function, di mana para ilmuwan meningkatkan kekuatan virus untuk mempelajari efeknya pada inang dengan lebih baik.
Menurut The New York Times, pada tahun 2017 Shi dan rekan-rekannya di laboratorium Wuhan menerbitkan laporan percobaan “di mana mereka menciptakan virus corona hibrida baru dengan mencampur dan mencocokkan bagian dari beberapa yang sudah ada – termasuk setidaknya satu yang punya daya menular pada manusia – untuk mempelajari kemampuan mereka menginfeksi dan bereplikasi dalam sel manusia.”
Namun dalam email ke surat kabar itu, Shi Zhengli mengatakan eksperimennya berbeda dari eksperimen gain-of-function karena mereka tidak berusaha membuat virus lebih berbahaya. Sebaliknya, mereka mencoba memahami bagaimana virus dapat melompat dari satu spesies ke lainnya.
“Laboratorium saya tidak pernah melakukan atau bekerja sama dalam melakukan eksperimen GOF yang meningkatkan virulensi virus,” katanya.(Red)