Indonesiainside.id, Paris – Seorang pejabat tinggi pemungutan suara selama pemilihan regional Prancis Minggu lalu diturunkan dari jabatannya gara-gara mengenakan jilbab, menurut pernyataan resmi dan media lokal Prancis. Rachida Kabbouri diturunkan menjadi penilai TPS karena jilbabnya diduga melanggar ‘netralitas ‘.
Rachida Kabbouri, seorang anggota dewan kota Muslim dari partai Ekologi Eropa – The Greens (EELV) di Vitry-sur-Seine di wilayah Paris Ile-de-France. Ia ditunjuk sebagai kepala tempat pemungutan suara di departemen Val-de- Marne dalam pemilihan putaran pertama.
Tapi setelah prefektur Val-de-Marne mendapat keluhan tentang Kabbouri yang mengenakan jilbab, posisi wanita muda itu diturunkan sebagai penilai TPS. Menurut undang-undang pemilihan Prancis, kepala tempat pemungutan suara harus tunduk pada “prinsip netralitas” karena mereka mewakili negara, itulah sebabnya Kabbouri dipindahkan ke posisi yang lebih rendah, kata sebuah pernyataan oleh kantor prefektus dikutip Anadolus Agency.
Dalam sebuah wawancara dengan harian Le Parisien, Kabbouri mengatakan bahwa ia “merasa diperlakukan tidak adil dan dikucilkan hingga menangis.” Dia mengatakan langkah tak terduga itu sangat memengaruhinya, menambahkan bahwa saat dia bertugas di kotak suara, seorang wanita menghinanya dan menyebut seorang “Islamis.”
Kepad media Prancis Selasa pagi, dia mengatakan “muak dengan dikaitkan agamanya” meskipun dia adalah warga negara yang berkomitmen. “Saya tidak memakai cadar tapi syal, itu aksesori. Syal tidak masalah. Masalahnya adalah interpretasi. Saya menuju pemilihan legislatif terakhir dengan syal saya, saya sudah memimpin TPS dengan syal saya, itu tidak menimbulkan masalah, ”reaksinya.
Sementara Mathieu Hanotin, walikota Saint-Denis, mengatakan dalam ciutannya Twitter bahwa staf pemungutan suara dapat mengenakan jilbab, pakaian atau simbol apa pun yang mereka inginkan yang menunjukkan afiliasi agama. Dia menggarisbawahi bahwa prinsip ‘netralitas’ di kantor pemilihan membutuhkan netralitas politik, bukan netralitas agama.
Terkait penolakan petugas pemungutan suara yang mengenakan jilbab Prancis, Hanotin mengatakan: “Hal yang tidak memiliki tempat nyata dalam demokrasi kita bukanlah wanita berjilbab yang berkontribusi pada pelaksanaan pemilu yang tepat, melainkan retorika yang mengibarkan ‘bendera sekularisme’ untuk menstigmatisasi Islam atau agama lain.” (NE)