Indonesiainside.id, Oviedo – Pasangan suami-istri, Uğur Şahin dan Özlem Türeci, memenangkan penghargaan sains paling bergengsi atas kontribusi mereka menciptakan vaksin Covid-19.
Dua ilmuwan berdarah Turki-Jerman ini merupakan pendiri perusahaan Jerman BioNTech. Keduanya masuk di antara tujuh ilmuwan yang memenangkan Penghargaan Putri Asturias untuk Riset Teknis dan Ilmiah.
“Saya sangat tersanjung dianggap sebagai duta besar yang layak karena penghargaan ini mewakili peningkatan kehidupan sebagai tujuan ilmu pengetahuan yang paling mulia,” kata Türeci, Rabu (23/6).
Pasangan suami-istri Şahin dan Türeci mengejutkan dunia ketika mereka mengumumkan bahwa vaksin yang mereka kembangkan bersama dengan perusahaan farmasi Amerika Serikat Pfizer efektif lebih dari 90 persen mencegah Covid-19.
Vaksin itu adalah vaksin pertama yang dirilis, lebih cepat dari yang diperkirakan banyak orang, dan mengandalkan teknologi mRNA mutakhir yang mereka perjuangkan. Şahin berasal dari Turki tetapi kemudian pindah ke Jerman, sementara Türeci lahir di Jerman dari orang tua warga negara Turki.
Mereka sekarang menjadi panutan bagi para imigran Turki di Jerman dan menjadi salah satu orang terkaya di negara itu. Yayasan Putri Asturias memuji penemuan cepat vaksin Covid-19 dan menyebutnya pertunjukan luar biasa dari kemampuan sains.
Ahli imunologi Amerika Philip Felgner, ahli biokimia Hongaria Katalin Karikó dan peneliti Amerika Drew Weissman juga dianugerahi penghargaan atas penemuan ilmiah dasar mereka.
Derrick Rossi, yang berada di balik kesuksesan vaksin Moderna, dan Sarah Gilbert, yang mengembangkan vaksin Oxford/AstraZeneca, juga menerima penghargaan bergengsi itu.
“Penghargaan Putri Asturias adalah pengakuan luar biasa bahwa sains dapat membuat perbedaan bagi umat manusia. Saya sangat bersyukur bahwa kami dapat berkontribusi untuk memerangi pandemi ini dan membantu banyak orang dengan penelitian dan pekerjaan kami, ”kata Şahin.
Sebelumnya, Jane Goodall juga pernah menerima penghargaan atas penelitian biologisnya, begitu pula dengan Svante Pääbo, yang menemukan hubungan manusia dengan Neanderthal melalui pengurutan DNA. (Aza/AA)