Indonesiainside.id, Sydney – Warga Australia Warwick Hill banting setir dari pekerjaannya sebagai kapten kapal pesiar menjadi peternak unta. Ia optimistis pasar Asia sangat menjanjikan karena banyak orang yang tertarik dengan susu unta.
Saat ditemui ABC News Australia, dia sedang sibuk memasang alat pemerah susu, yang harus diciptakannya sendiri.
Warwick harus membuat alat khusus ini karena alat ini tidak ada di pasaran. Maklum saja, industri pemerah susu unta tidak begitu eksis.
Peternakannya ini merupakan satu-satunya yang memproduksi susu unta di Australia Selatan. Bahkan di Australia, hanya ada belasan peternak susu unta, meski memiliki populasi unta liar terbesar di dunia.
“Banyak orang sudah mengingatkan, kita tidak akan bisa memerah susu unta liar. Saya menganggapnya sebagai tantangan,” kata Warwick.
“Minimal sekali dalam hidup ini, kita harus terima tantangan, dan mari kita lihat bagaimana selanjutnya,” ujarnya.
Belajar dari orang Aborigin
Bagi Warwick dan istrinya TJ Hill, pindah ke kampung kecil di Australia Selatan bukanlah pilihan sulit.
Pasangan ini bertemu pertama kali di laut. TJ saat itu bagian dari kru film dan Warwick sebagai kapten kapal.
“Kondisi di laut sangat berbeda dengan kondisi di darat,” ujar TJ.
“Saya sangat betah dan nyaman di sini karena memang selalu bermimpi untuk memiliki peternakan di pinggir laut,” katanya.
Menurut Warwick, sejak muda dia sudah biasa menangkap unta liar di tanah Aborigin bernama Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara Lands di gurun Australia Tengah.
Dia belajar dari Roger, seorang tetua Aborigin yang dihormati yang sudah menjadi sahabatnya.
Roger, kata Warwick, punya keahlian utama dalam melacak keberadaan unta liar. Bahkan menggunakan sepeda motor dengan kecepatan 80 kilometer per jam, dia mampu menemukan jejak-jejak binatang tersebut.
“Saya butuh waktu bertahun-tahun untuk mempelajarinya,” ujar Warwick.
TJ Hill, mantan operator kamera dan koki terlatih, memiliki kontribusi tersendiri.
Ketika mereka kembali untuk mencari Roger, mereka mendengar tentang susu unta.
“Saya diberitahu bahwa susu ini tidak menimbulkan alergi, jadi mereka yang alergi laktosa dan kasein sangat menyukainya,” ujar TJ.
Dengan keahlian Warwick mengumpulkan unta dari padang pasir serta minat TJ pada susu yang non-alergi, pasangan ini pun memutuskan untuk memulai usaha produksi susu unta.
“Tidak ada keraguan dalam pikiran kami untuk mewujudkan usaha ini,” katanya.
Tantangan ‘emas putih’
Namun demikian, pasangan ini terkadang mempertanyakan juga mengapa mereka melakukan semua pekerjaan yang begitu penuh tantangan ini.
Mereka sering menghabiskan waktu 16 jam sehari, melewati malam-malam musim dingin di karavan mereka yang terletak di daerah yang belum dialiri listrik, saluran pembuangan, atau infrastruktur yang memadai.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, mereka harus membangun peternakan susu dengan menggunakan 100 persen sumber energi terbarukan, memanfaatkan angin dan matahari.(ABC/Nto)