Indonesiainside.id, Damaskus – Rezim Bashar al-Assad di Suriah melanjutkan pemboman gencarnya selama dua minggu di kota selatan Daraa. Serangan ini sekaligus secara sepihak melanggar perjanjian gencatan senjata yang ditengahi di bawah mediasi Rusia pada Juli 2018.
Rezim Bashar al-Assad merebut sebagian besar kota Daraa pada tahun 2018, namun sekarang ini mereka bertujuan untuk merebut semua wilayah yang tersisa setelah pengepungan hampir dua bulan di kota terus berlanjut.
Menurut informasi yang diperoleh Anadolu Agency (AA) dari sumber lokal, pasukan rezim – yang terdiri dari tentara dan kelompok teroris asing (tentara bayaran) yang didukung Iran – telah secara acak menargetkan permukiman di lingkungan itu dengan tank dan mortir sejak 29 Juli.
Pasukan rezim menuntut agar orang-orang yang tinggal di lingkungan kota Daraa al-Balad dan oposisi menyerahkan semua senjata mereka dan memerintahkan agar rumah-rumah di lingkungan itu digeledah. Tetapi hal ini ditolak oleh kelompok perlawanan.
Rusia, yang memediasi kesepakatan yang dicapai pada Juli 2018 antara oposisi dan rezim Assad di Daraa, tetap diam membisu sambil terus membantu pasukan rezim.
Kelompok-kelompok perlawanan di pusat kota dan di wilayah itu melawan masuknya pasukan Bashar al-Assad ke ke kota Daraa. Para pejuang perlawanan itu hanya bersenjatakan senjata ringan, dibanding rezim Bashar al-Assad dukungan Rusia dan Iran.
Pasukan rezim, yang telah memblokade lingkungan itu sejak 25 Juni, tidak mengizinkan masuknya bahan bantuan kemanusiaan selama sekitar satu setengah bulan.
Seorang anggota Pusat Rekonsiliasi Daraa, yang tidak ingin mengungkapkan identitasnya karena masalah keamanan, mengatakan kepada AA bahwa perundingan antara rezim Assad dan orang-orang di wilayah tersebut belum terjadi.
Hal ini menunjukkan bahwa Rusia tidak mengambil peran aktif dalam negosiasi untuk waktu yang lama.
“Ada informasi bahwa Rusia akan lebih aktif dalam pembicaraan ini dalam beberapa hari mendatang. Kami bersikeras untuk melindungi keselamatan dan martabat. keluarga. Sementara kami ingin blokade berakhir dan orang-orang kami dibiarkan sendiri, mereka mencoba memasuki lingkungan itu,” katanya kepada Daily Sabah, Rabu(11/8).
Dirinya juga mengeluhkan bahwa pasukan rezim Assad telah memberlakukan blokade intens di lingkungan itu selama 46 hari.
“Kami tidak memiliki tepung, listrik, dan air saat ini. Situasi kemanusiaan sangat buruk. Tidak ada produk makanan pokok. Sebagian besar orang-orang kami bermigrasi dari lingkungan itu.”katanya.
Dengan adanya serangan, sebagian besar orang yang tinggal di lingkungan itu, yang merupakan rumah bagi sekitar 40.000 warga sipil, memilih mengungsi. Namun bagi mereka yang tidak mau
pergi tetap dibayang-bayangi blokade dan serangan.
Penduduk yang kesulitan dalam mengakses produk makanan pokok, mengharapkan rezim Assad dan pendukungnya untuk mengakhiri pengepungan dan menghentikan serangan mereka sesegera mungkin.
Abu Mohammed, yang menjadi satu-satunya pemilik toko roti di lingkungan tersebut, mengatakan: “Toko roti ini adalah satu-satunya toko roti yang memenuhi kebutuhan Daraa al-Balad. Kami membuat roti untuk sekitar 11.000 keluarga di sini. Tepung dibatasi di lingkungan kami karena pengepungan.”
“Kami kehabisan tepung sekarang. Kami sangat membutuhkan dukungan untuk membuat roti segera,” katanya.(Nto)