Indonesiainside.id, Kopenhagen – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bencana kemanusiaan di Afghanistan. Taliban menguasai kota-kota terbesar kedua dan ketiga Aghanistan. Sementara kedutaan-kedutaan besar negara-negara Barat mengirim pasukan untuk evakuasi staf dan warga mereka keluar dari negara tersebut.
Denmark dan Norwegia menutup kedutaan besar mereka di Kabul untuk saat ini dan mengevakuasi stafnya saat situasi keamanan di Afghanistan kian bergejolak, kata negara Nordik itu, Jumat (13/8).
Taliban mengencangkan cengkeramannya di Afghanistan pada Jumat, dengan menguasai kota-kota penting di sana.
“Kami memutuskan untuk menutup sementara kedutaan besar kami di Kabul,” kata Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod kepada wartawan, menambahkan bahwa evakuasi akan dikoordinasikan dengan Norwegia, yang berada dalam satu kompleks.
Menteri Luar Negeri Norwegia Ine Soreider lantas mengatakan juga akan menutup kedutaan besarnya dan mengevakuasi diplomat, staf lokal dan kerabat dekat mereka.
Finlandia akan mengupayakan penerbangan sewaan untuk mengevakuasi 130 warga Afghanistan, termasuk staf yang bekerja untuk Finlandia, Uni Eropa atau NATO dan kerabat dekat mereka, kata Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto lewat pernyataan.
Kedutaan besar Finlandia di Kabul akan tetap dibuka untuk saat ini.
Kekalahan telah memicu kekhawatiran bahwa pemerintah Afghanistan yang didukung oleh AS bakal jatuh ke tangan Taliban dalam beberapa pekan saat pasukan asing menyelesaikan penarikan pasukan setelah 20 tahun perang.
Sementara Tentara Amerika Serikat (AS) diterbangkan ke Kabul untuk membantu mengevakuasi staf kedutaan dan warga sipil lainnya di ibu kota Afghanistan, kata seorang pejabat AS pada Sabtu.
Tentara AS, sebanyak 3.000 personel, dikirimkan setelah gerilyawan Taliban merebut kota terbesar kedua dan ketiga di negara itu. Pentagon mengatakan dua batalyon marinir dan satu batalyon infanteri akan tiba di Kabul pada Minggu (15/8)malam.
Sebuah tim tempur brigade infanteri juga akan dikerahkan dari Fort Bragg, Carolina Utara, ke Kuwait guna bertindak sebagai pasukan reaksi cepat untuk keamanan di Kabul jika diperlukan, kata Pentagon.
Inggris dan beberapa negara Barat lainnya juga mengirim pasukan ketika perlawanan dari pasukan pemerintah Afghanistan runtuh dan kekhawatiran tumbuh bahwa serangan di Kabul bisa terjadi hanya beberapa hari lagi.
Seorang pejabat pemerintah Afghanistan mengonfirmasi pada Jumat (13/8) bahwa Kandahar, pusat ekonomi di bagian selatan negara itu, berada di bawah kendali Taliban ketika pasukan internasional pimpinan AS menyelesaikan penarikan setelah 20 tahun berperang.
Kota Herat di barat, dekat perbatasan dengan Iran, juga jatuh ke tangan kelompok bersenjata tersebut. Kekalahan Kandahar merupakan pukulan berat bagi pemerintah. Kota itu kini menjadi jantung bagi Taliban.
Kandahar juga berdekatan dengan Kota Spin Boldak, salah satu dari dua titik masuk utama ke Pakistan dan sumber utama pendapatan pajak.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa “Afghanistan menjadi tak terkendali” dan mendesak semua pihak untuk berbuat lebih banyak untuk melindungi warga sipil.
“Ini adalah saat untuk menghentikan serangan. Ini adalah saat untuk memulai negosiasi serius. Ini adalah momen untuk menghindari perang saudara yang berkepanjangan, atau isolasi Afghanistan,” kata Guterres kepada wartawan di New York.
Wakil Presiden Pertama Afghanistan Amrullah Saleh mengatakan, pemerintah akan melakukan semua langkah yang memungkinkan untuk memperkuat perlawanan terhadap Taliban. Ledakan dalam pertempuran telah menimbulkan kekhawatiran akan krisis pengungsi dan kemunduran dalam hak asasi manusia.
Tahun ini, warga sipil yang terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka berjumlah sekitar 400.000 orang, yang 250.000 di antaranya sudah pergi sejak Mei, kata seorang pejabat PBB.
Di antara kota-kota besar Afghanistan, pemerintah masih memegang kendali atas Mazar-i-Sharif di utara dan Jalalabad, dekat perbatasan Pakistan di timur, selain Kabul.
Sementara itu, Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani diisukan mundur setelah meningkatnya serangan dan kemajuan Taliban secara nasional di negara itu. Namun, Presiden Afghanistan Mohammad Ashraf Ghani membantah rumor tersebut.
Dia bersumpah akan terus mempertahankan pemerintahannya. Dalam pidato singkat yang disiarkan televisi, Ghani berterima kasih kepada bangsa Afghanistan dan pasukan keamanan atas keberanian, pengorbanan, dan perlawanan mereka setelah perang yang dihadapi negara itu.
“Negara ini berada dalam bahaya ketidakstabilan yang serius,” kata Ghani pada Sabtu (14/8).
Dia juga bersumpah untuk tidak membiarkan pertempuran menyebabkan lebih banyak kematian. “Itulah sebabnya kami mengadakan konsultasi ekstensif dengan semua orang di dalam pemerintah dan mitra internasional. Konsultasi sedang berlangsung dan hasilnya akan segera disampaikan.” (Aza/Ant)