Indonesiainside.id, Jakarta – Federasi Guru Amerika (AFT), mengutuk aksi brutal rezim militer Israel dan kebijakan “apartheid” terhadap warga Palestina. Mereka juga mengecam pelanggaran mencolok terhadap hak asasi manusia (HAM).
AFT yang beranggotakan guru di perguruan tinggi dan fakultas pendidikan di San Diego, mengeluarkan pernyataan untuk mendukung Palestina awal bulan ini.
Mereka juga mengutuk pemindahan paksa penduduk Palestina di al-Quds Barat, pemboman daerah sipil di Jalur Gaza yang terkepung, dan hak asasi manusia yang berkelanjutan. Juga pelanggaran yang dilakukan oleh Israel selama 73 tahun pendudukannya di wilayah Palestina.
Pernyataan itu juga menyuarakan atas hilangnya sejumlah besar nyawa warga Palestina dan infrastruktur penting di Jalur Gaza sebagai akibat dari penggunaan persenjataan canggih Israel dalam pemboman serampangan di daerah kantong pantai yang miskin itu.
Kelompok itu juga mengatakan, terlepas dari kecaman oleh komunitas internasional, Israel telah melakukan penghancuran rumah, penyitaan tanah, penolakan sistemik terhadap izin bangunan, dan pembangunan pemukiman ilegal besar-besaran sebagai kebijakan resminya sejak rezim memulai pendudukan militernya di Tepi Barat dan Tepi Barat Gaza pada tahun 1967.
“Sejak Perang 1967, 48.488 rumah Palestina dan bangunan lainnya telah dihancurkan. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengutuk pendudukan Israel yang terus berlanjut di wilayah itu setelah perang 1967. Pengadilan Internasional mengutuk permukiman tersebut, dan Israel telah berulang kali menolak upaya untuk membatasi permukiman, yang dipandang sebagai penghalang bagi perdamaian,” kata mereka dilansir PressTV.
Mereka juga mengutip surat terbuka pada 2018 yang ditandatangani oleh lebih dari 40 kelompok Yahudi di seluruh dunia, yang berpendapat bahwa “sistem yang dilakukan zionis ini merusak perjuangan Palestina untuk merdeka, keadilan dan kesetaraan dan perjuangan global melawan anti-Semitisme dan “berfungsi untuk melindungi Israel dari tanggung jawab terhadap standar universal hak asasi manusia dan hukum internasional.”
Sebelumnya, Kelompok advokasi B’Tselem juga menyebut rezim apartheid Israel untuk pertama kalinya.
Israel menduduki al-Quds Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza selama Perang Enam Hari pada tahun 1967. Israel kemudian harus menarik diri dari Gaza tetapi telah menduduki wilayah lain sejak itu.
Sekitar 700.000 orang Israel tinggal di lebih dari 230 pemukiman ilegal yang dibangun di Tepi Barat dan Timur al-Quds sejak saat itu. Komunitas internasional memandang permukiman itu ilegal menurut hukum internasional, tetapi tidak berbuat banyak untuk menekan rezim Israel untuk membekukan atau membalikkan kebijakannya.(Nto)