Indonesiainside.id, Jakarta – Sebuah badan pengawas keuangan global, Financial Action Task Force (FATF), telah menempatkan Turki pada “daftar abu-abu” karena gagal memerangi pendanaan teroris dan pencucian uang. Status ini dinilai akan berdampak serius dan dapat mengikis investasi asing setelah eksodus selama bertahun-tahun.
Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF), yang dibentuk oleh kelompok ekonomi maju G7 untuk melindungi sistem keuangan global, juga menempatkan Mali dan Yordania pada daftar pemantauan yang meningkat, yang dikenal sebagai “daftar abu-abu.”
Sedangkan, Botswana dan Mauritius masuk dalam 23 negara yang dikeluarkan dari daftar tersebut karena telah melakukan perbaikan.
Turki, menjadi negara terbesar yang akan diturunkan peringkatnya, dan disebutkan perlu mengatasi berbagai masalah serius dalam hal pengawasan di sektor perbankan dan real estatnya. Juga dengan para broker emas dan batu mulia, kata Presiden FATF Marcus Pleyer pada konferensi pers, Kamis (21/10) dilansir Reuters.
“Turki perlu menunjukkan itikat baik bahwa mereka secara efektif menangani kasus pencucian uang yang kompleks dan juga melakukan penuntutan atas sumber pendanaan kepada teroris … dan memprioritaskan kasus organisasi teroris yang dilarang PBB seperti ISIL dan al Qaeda,” katanya.
Penelitian menunjukkan penurunan peringkat abu-abu menekan hubungan negara-negara dengan bank asing dan investor yang mengikuti peringkat FATF, menunjukkan langkah tersebut dapat lebih membebani lira Turki, yang menyentuh rekor terendah sebelumnya pada 21 Oktober.
Pada 2019, FATF memperingatkan Turki tentang “kekurangan serius” termasuk perlunya meningkatkan langkah-langkah untuk membekukan aset yang terkait dengan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal.
Negara-negara daftar abu-abu FATF lainnya termasuk Pakistan, Maroko, Albania dan Yaman.
Penelitian Dana Moneter Internasional tahun ini menemukan bahwa daftar abu-abu mengurangi aliran masuk modal sekitar 7,6% dari produk domestik bruto (PDB), sementara investasi langsung asing (FDI) dan aliran portofolio juga terpukul.
Konsekuensi yang tidak diinginkan
Investor asing telah meninggalkan Turki dalam beberapa tahun terakhir, dengan alasan campur tangan politik dalam kebijakan moneter, inflasi dua digit dan cadangan mata uang asing resmi yang rendah.
Kepemilikan asing atas obligasi turun menjadi sekitar 5% dari 25% lima tahun lalu, periode di mana lira Turki telah merosot dua pertiga nilainya terhadap dolar.
Turki telah melakukan beberapa rekomendasi FATF. Tapi sebuah undang-undang yang disahkan tahun lalu yang ditujukan untuk membatasi peredaran senjata api telah dikritik tajam karena membahayakan kelompok masyarakat sipil.
Komisi Eropa minggu ini juga turut mendesak Turki untuk mengadopsi rekomendasi FATF seraya menekankan agar undang-undang tersebut ditinjau ulang karena dinilai membahayakan organisasi masyarakat sipil, yang sekarang menghadapi hukuman dan pemantauan penggalangan dana yang tidak semestinya.
Amnesty International mengatakan pemerintah Turki akan “hampir pasti” menggunakan undang-undang tersebut untuk menargetkan organisasi nirlaba di sana.
“Ini adalah “konsekuensi yang tidak diinginkan” dari kebijakan FATF “yang terlalu sering disalahgunakan oleh pemerintah yang represif” untuk membatasi hak-hak warga negaranya,” kata Amnesty Internasional, seraya menyerukan FATF untuk mendorong otoritas Turki melakukan reformasi hukum.
Pleyer mengatakan FATF menyadari kekhawatiran atas perlakuan Turki terhadap organisasi nirlaba (NPO).
“Turki perlu menerapkan pendekatan berbasis risiko yang sebenarnya terhadap NPO dan memastikan pihak berwenang tidak mengganggu atau mencegah aktivitas yang sah,” katanya.
Pada bulan Agustus Reuters melaporkan bahwa setidaknya di lima negara lain – Uganda, Serbia, India, Tanzania, dan Nigeria – memanfaatkan undang-undang yang berlaku untuk memenuhi standar FATF digunakan oleh pihak berwenang untuk menyelidiki jurnalis, pekerja LSM, dan pengacara HAM.
Pemerintah Turki menanggapi atas tuduhan itu dan menyebutnya sebagai “hasil yang tidak pantas”, mengingat semua kepatuhan yang telah dilakukan selama ini.
“Pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan bekerja sama dengan FATF dan semua lembaga terkait dan memastikan bahwa Turki akan keluar dari daftar yang tidak pantas ini sesegera mungkin,” kata Kementerian Keuangan dan Keuangan Turki dalam sebuah pernyataan Kamis.(Nto)