Indonesiainside.id, Myanmar – Pemimpin Myanmar yang digulingkan militer, Aung San Suu Kyi, dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi dan divonis lima tahun penjara.
Dalam sidang putusan di ibu kota Nay Pyi Taw pada Rabu (27/4), media dan anggota masyarakat dilarang masuk ke pengadilan. Bahkan pengacara Suu Kyi juga dilarang memberikan keterangan kepada wartawan.
Pengadilan junta militer Myanmar menyatakan Suu Kyi menerima suap USD600 Ribu atau sekitar Rp8,6 miliar dalam bentuk emas batangan dari mantan ketua menteri Yangon, kota terbesar di Myanmar.
Dakwaan korupsi merupakan salah satu dari serangkaian kasus yang dituduhkan kepada Suu Kyi sejak militer melakukan kudeta pada Februari tahun lalu.
Dengan vonis terbaru ini maka total hukuman yang dijatuhkan kepada mantan pemimpin sipil itu mencapai 11 tahun sampai sejauh ini.
Pada Desember lalu, dia dinyatakan bersalah atas kasus menghasut kerusuhan dan melanggar aturan Covid. Suu Kyi divonis hukuman empat tahun penjara oleh pengadilan, Senin pagi. Tapi Kepala junta militer Ming Aung Hlaing kemudian memotong masa tahanannya menjadi dua tahun.
Pada Januari, dia nyatakan bersalah memiliki alat komunikasi walkie-talkie di kediamannya.
Suu Kyi masih menghadapi 10 dakwaan korupsi lainnya dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara untuk masing-masing dakwaan. Di samping itu, dia juga menghadapi dakwaan kecurangan pemilu dan pelanggaran undang-undang rahasia negara.
Sebelumnya, Suu Kyi membantah semua tuduhan itu. Dakwaan itu secara luas dikecam sebagai tuduhan tidak adil.
Dia ditahan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil.
Sejauh ini masih belum jelas kapan dan apakah Suu Kyi sudah dijebloskan ke penjara. Dia masih ditahan di tempat rahasia.
Mantan Presiden Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) juga telah dihukum dipenjara selama empat tahun dibawah dakwaan yang sama pada Desember lalu.
Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet mengutuk apa yang ia sebut “pengadilan palsu” dan mengatakan hal ini hanya akan “memperdalam penolakan terhadap kudeta”.
Juru bicara Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Ravina Shamdasani dalam keterangannya mengatakan “sangat menyesalkan atas hukuman penetapan bersalah Aung San Suu Kyi atas pelanggaran itu.”
Ia menambahkan, “sidang itu sendiri dibuat-buat oleh pengadilan yang dikendalikan militer, tanpa mempedulikan kewajiban atas sidang yang adil di Myanmar.”
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss menyerukan agar Myanmar membebaskan semua tahanan politik dan merelakan kembalinya demokrasi.
“Penahanan sewenang-sewenang terhadap politisi yang terpilih dalam pemilu hanya berisiko menimbulkan kerusuhan lebih lanjut,” katanya dilansir BBC News Indonesia.
Selaras dengan itu, kelompok HAM Amnesty meminta penahanan “mengada-ada” dengan mengatakan itu “contoh terbaru dari tekad militer untuk menghilangkan semua oposisi dan mencengkram kebebasan di Myanmar”. (Nto)