Indonesiainside.id, Singapura – Pengadilan di Singapura telah menghukum mati seorang penyelundup narkotika asal Malaysia, Nagaenthran Dharmalingam, Rabu (27/4). Kasus ini sangat kontroversial karena seorang ahli medis menyatakan Nagaenthran memiliki IQ 69, tingkat yang menunjukkan cacat intelektual.
Melansir BBC Indonesia, Nagaenthran menanti hukuman mati selama lebih dari satu dekade setelah dinyatakan bersalah karena berusaha membawa sekitar tiga sendok makan heroin ke Singapura.
Pengadilan Singapura pada Selasa kemarin menolak banding terakhir yang diajukan oleh ibu Nagaenthran. Otoritas pengadilan menyebut proses hukum terhadap Nagaenthran telah dijalankan sesuai prosedur hukum acara yang berlaku.
Pada akhir sidang kemarin, Nagaenthran dan keluarganya bertemu melalui sebuah celah kecil di kaca yang memisahkan mereka.
Mereka saling bergenggaman tangan secara erat. Pertemuan itu diwarnai isak tangis, menurut laporan Reuters.
Teriakan Nagaenthran yang memanggil ibunya dengan sebutan “ma” terdengar di ruang sidang.
Nagaenthran tertangkap pada 2009 sedang menyeberang ke Singapura dari Malaysia dengan heroin seberat 43 gram diikatkan di paha kirinya.
Di bawah hukum Singapura, mereka yang tertangkap membawa lebih dari 15 gram heroin akan dikenakan hukuman mati.
Selama persidangannya, pria berusia 34 tahun itu awalnya mengatakan dia dipaksa membawa obat-obatan terlarang. Namun belakangan dia berkata melakukan itu karena membutuhkan uang.
Pengadilan menyatakan pembelaan awal Nagaenthran “dibuat-buat”. Dia akhirnya dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.
Pada tahun 2015, dia mengajukan banding agar hukumannya diringankan menjadi penjara seumur hidup atas dasar bahwa ia menderita cacat intelektual.
Pada akhirnya, pengadilan menemukan bahwa dia tidak cacat intelektual. Dorongan untuk grasi presiden juga ditolak tahun lalu.
Pemerintah Singapura mengatakan, walau memiliki tingkat IQ rendah, Nagaenthran “tidak kehilangan kemampuan menilai benar atau salah dari apa yang dia lakukan”.
“Pengadilan di tingkat banding menemukan bahwa perbuatan ini didorong niat kriminal, menimbang risiko dan manfaat penyeimbang yang terkait dengan tindakan kriminal yang bersangkutan,” begitu pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura sebelumnya.
Putusan hukum ini menuai kontroversi di media sosial. Kemarahan dan simpati warganet bermunculan, termasuk dari miliarder Inggris Richard Branson dan aktor Stephen Fry. Mereka menentang hukuman mati itu dan meminta Singapura membebaskan Nagaenthran.
Kasus ini sebelumnya juga memicu perhatian internasional. Badan Hak Asasi Manusia PBB. Senin lalu mereka menyerukan dibatalkannya hukuman gantung itu.
Singapura memiliki salah satu undang-undang narkoba terberat di dunia. Di tingkat lokal hukuman mati tidak begitu kontroversial. Namun, kasus ini memicu keresahan yang jarang terjadi di negara kepulauan itu.
Setelah pengadilan menolak upaya bandingnya, Nagaenthran tidak mendebat dan mengajukan permintaan terakhirnya.
“Saya ingin bersama keluarga saya sesaat…Saya meminta ini supaya saya bisa memegang tangan keluarga saya. Di ruang sidang Yang Mulia, bukan di penjara. Boleh saya minta izin memegang tangan mereka di sini?
Permintaan itu dikabulkan dan Nagaenthran mendekati keluarganya melalui lubang kecil di pembatas kaca dan mengulurkan tangan. Teriakannya, “Ma” (ibu) dapat terdengar di seluruh ruangan sidang.
Ia juga diizinkan menghabiskan waktu dua jam bersama mereka di ruang bawah tanah di kompleks pengadilan namun tidak dibolehkan kontak fisik.
Kuasa hukum dan para aktivis mengatakan IQ Nagaenthran rendah, sehingga bisa dikategorikan sebagai difabel. Namun pengadilan menemukan bahwa ia menyadari apa yang ia lakukan saat membawa heroin seberat 44 gram ke Singapura. (Nto)