Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota parlemen Austria menyerukan Uni Eropa (UE) untuk menjatuhkan sanksi terhadap oligarki Ukraina. Menurutnya, para oligarki itu menjadi biang utama di balik konflik militer antara Kiev dan Moskow.
Anggota parlemen dari partai sayap kanan itu, Martin Graf, menggambarkan kebijakan blok itu (UE) saat ini tentang Ukraina sangat cacat.
“Saya menuntut agar pihak berwenang Uni Eropa menjatuhkan sanksi pada oligarki Ukraina: Menyita kapal pesiar, aset, dan properti mereka lainnya dan menggunakan dana ini untuk membantu pengungsi Ukraina dan untuk mengimbangi kerugian yang diderita oleh warga Uni Eropa karena sanksi [terhadap Rusia],” tulisnya dalam sebuah posting panjang di Facebook pada hari Senin (25/7), yang menampilkan kutipan dari wawancara baru-baru ini.
Martin Graf, yang mewakili Partai Kebebasan Austria (FPO), menyebut oligarki telah “menyedot habis kekayaan Ukraina” dan “secara konsisten mendanai” perubahan rezim di Kiev dengan sedikit memperhatikan konsekuensi dari kekacauan politik pada ekonomi dan masyarakat negara itu.
Dia mengatakan orang-orang yang sama ini, yang telah “membeli” hak untuk melakukan apa yang mereka inginkan, sekarang mendanai nasionalis Ukraina dan kelompok bersenjata ilegal.
Anggota parlemen itu menambahkan bahwa oligarki telah “kehilangan akal dengan kenyataan” dan “membawa Ukraina ke dalam perang.”
Graf mengatakan dia mendukung sanksi Uni Eropa terhadap oligarki Rusia tetapi bertanya-tanya mengapa mereka tidak membuat langkah serupa terhadap taipan Ukraina, terutama karena rakyat Ukraina dan orang-orang Eropa yang membayar harga untuk apa yang telah dilakukan orang-orang ini.
“Orang-orang ini harus dihukum atas semua yang telah mereka lakukan terhadap Ukraina dan seluruh dunia sekarang,” tegas Martin Graf.
Anggota parlemen itu juga menuduh UE seharusnya tidak memaafkan tindakan oligarki Ukraina dengan membiarkan mereka “menikmati hidup mereka di Eropa.”
“Jika tidak ada sanksi terhadap oligarki Ukraina, ini secara de facto akan [berfungsi] sebagai bukti korupsi di jajaran tertinggi UE,” klaim anggota parlemen Austria itu.
Seperti diketahui, Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus atas wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina. Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata adalah untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun (NATO). Namun, Ukraina bersikeras serangan Rusia sama sekali tidak beralasan.(Nto)