Oleh: Ahmad Z.R |
Pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah memperkuat operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral, Indonesia-Filipina-Malaysia.
Indonesiainside.id, Jakarta — Penyanderaan dua orang WNI (Warga Negara Indonesia) dan tiga orang warga negara Malaysia oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina kembali terjadi.
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, penyanderaan seperti ini terus terjadi berulang. Pemerintah Indonesia harus lebih greget lagi dengan memperkuat solusi komprehensif yang sudah ada, baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
“Dan jangan sampai memenuhi permintaan penyandera berupa tebusan uang Rp 10 miliar, karena ini sama saja memberi amunisi untuk mereka,” kata Sukamta di Jakarta, Sabtu (23/2).
Sukamta menyebutkan, penyebab utamanya adalah soal politik internal Filipina. Karenanya pemerintah RI mesti terus mendesak pemerintah Filipina untuk bisa segera meredam konflik ini. Mungkin keberhasilan Indonesia meredam konflik dengan GAM di Aceh bisa dijadikan benchmark.
“Faktor penyebab berikutnya adalah ketidakamanan kawasan. Wilayah perairan perbatasan seringkali menjadi wilayah yang rawan aksi perompakan. Sehingga perlu diperkuat kerjasama lintas negara untuk sama-sama menjaga keamanan perbatasan,” ujar Sekretaris Fraksi PKS ini.
Ia menjelaskan bahwa pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah memperkuat operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral, Indonesia-Filipina-Malaysia. TNI dan Polri memiliki pasukan elite yang mumpuni untuk membebaskan sandera. “Ini bisa kita berdayakan,” kata dia.
Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) ini mengungkapkan, selain operasi militer gabungan, untuk jangka panjangnya kita harus perkuat kerja sama pertahanan antar-negara yang sudah ada, khususnya kerjasama trilateral tentang keamanan maritim.
“Berikutnya, secara jangka panjang kita perkuat second track diplomacy yang dilakukan lewat pemerintah dan juga lewat parlemen antara tiga negara. Tujuannya kestabilan kawasan. Sebagai sesama anggota ASEAN, kita mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah Filipina agar bisa menyelesaikan konflik dengan MNLF, MILF dan kelompok Abu Sayyaf yang sudah berkepanjangan ini,” tandas wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
Seperti diketahui, kedua WNI tersebut berasal dari Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Keduanya diculik oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan pada saat mereka bekerja di kapal ikan di perairan Sabah, Malaysia, pada 5 Desember 2018. Ikut dicuik, tiga orang warga negara Malaysia.
Rekaman video yang dilansir oleh Abu Sayyaf beredar di beragam media sosial pekan ini. Surat kabar “The Star” melaporkan video tersebut memperlihatkan dua tahanan asal Indonesia berlutut dan ditutup matanya, di mana seorang teroris memegang parang dan menempelkan ke leher sandera.
Dalam jumpa pers mingguan di kantornya, Kamis (21/2), juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menjelaskan bahwa ketika mendapat informasi mengenai hal itu, Kementerian Luar Negeri langsung berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak keluarga, pihak-pihak terkait di Malaysia dan Filipina, untuk membebaskan WNI tersebut warga Indonesia tersebut. (TA)