Oleh: Suandri Ansah |
Membantu pemilih mengetahui profil caleg petahana dsdDPR RI.
Indonesiainside.id, Jakarta — Indonesia Corruption Watch (ICW) mengembangkan platform website dan aplikasi informasi bernama RekamJejak.net guna membantu pemilih mengetahui profil caleg petahana DPR RI dalam konteks bisnis, demokrasi, dan korupsi.
Jangka panjangnya, platform ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi publik untuk melihat rekam jejak dan memonitor pejabat publik secara lebih luas, baik dalam ruang lingkup kepentingan elektoral maupun non-elektoral.
“Rekam jejak kami harapkan dapat menjadi rujukan bagi publik dalam memonitoring dan menilai anggota DPR,” ujar Koordinator Divisi Korupsi ICW, Donald Fariz dalam pesan elektroniknya, kepada Indonesiainside.id, Selasa (26/2).
Tidak hanya akan mengangkat informasi yang berkembang di permukaan, platform ini membutuhkan penelusuran data mendalam. Panduan singkat ini dibuat sebagai pedoman bagi tracker, relawan, pemantau, maupun publik secara luas dalam melakukan penelusuran rekam jejak politisi di pemilu 2019.
Batasan penentuan subjek caleg petahana DPR RI yang ditelusuri rekam jejaknya ini berdasarkan catatan umum ICW terhadap persoalan dan kinerja DPR RI 2014-2019, khususnya dalam isu korupsi
“Setidaknya 94 persen anggota DPR 2014-2019 dicalonkan kembali oleh partai politik menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR RI. Sebanyak 66 persen di antaranya menduduki nomor urut satu, sehingga potensi kembali terpilih disebut lebih besar,” ujar Fariz.
Kemudian, karena DPR RI mengemban tugas, fungsi, dan wewenang strategis, mulai dari perumusan kebijakan hingga pemilihan pimpinan lembaga negara, seperti Kapolri, KPK, KPU, Bawaslu, dan lembaga negara lain.
Fariz menambahkan, penting bagi publik untuk mengetahui rekam jejak caleg, selain itu informasi mengenai caleg juga penting tersedia dengan akses yang mudah, khususnya pada isu korupsi dan bisnis politik.
“Saat ini, belum ada kanal informasi yang fokus menginformasikan rekam jejak anggota dewan sehubungan dengan isu korupsi dan konflik kepentingan bisnis-politik,” kata Fariz. (Kbb)