Oleh: Suandri Ansah |
Pasien terpaksa mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp8 ribu hingga Rp750 ribu untuk membeli obat sendiri
Indonesiainside.id, Jakarta — Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan ada 85 kasus kekosongan obat yang dialami pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selama melakukan pemantauan di Banda Aceh, Medan, Serang, dan Blitar.
Peneliti ICW Dewi Anggraeni, menjelaskan pemantauan itu dilakukan oleh jaringan ICW daerah selama Juli sampai Desember 2018. Pemantauan dilakukan di puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah maupun swasta.
Metodenya dilakukan dengan observasi, investigasi, dan wawancara pasien. ICW mewawancarai 100 pasien per kota. Total semuanya menjadi 400 pasien.
Beberapa yang ditemukan terkait kekosongan obat misalnya obat untuk penyakit paru-paru, ginjal tbc, jantung, dan paling umum kebanyakan asma,” kata Dewi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/2).
Dewi mengungkapkan, kekosongan obat membuat pasien terpaksa mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp8 ribu hingga Rp750 ribu dengan membeli di tempat lain.
“Kekosongan obat terjadi akibat lambatnya distribusi obat oleh perusahaan besar farmasi, penyusunan rencana kebutuhan obat (RKO) yang tidak sesuai, dan hutang fasilitas kesehatan kepada penyedia obat,” jelas Dewi.
Menurut ICW, faktor kekosongan obat seolah terbentuk seperti lingkaran setan. Artinya, kekosongan obat juga dipengaruhi oleh hutang fasilitas kesehatan kepada penyedia obat.
“Jadi ketika mereka (perusahaan farmasi) keluarkan obat, sementara rumah sakit belum bisa membayar maka bagaimana mereka bisa salurkan obat itu,” kata Dewi.
Kepala Departemen Manajeman Anti Fraud Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Elsa Novelia, pada saat yang sama membenarkan bahwa kasus kekosongan obat masih ada.
Elsa mengatakan, BPJS Kesehatan sendiri lewat layanan customer service menerima 487 pengaduan terkait kekosongan obat pada 2017 dan 233 pengaduan pada 2018.
“Kalau kita lihat temuan ICW kami tidak memungkiri ini masih terjadi, kami juga menemukan,” kata dia di Cikini, Jakarta Pusat.
Elsa menjelaskan fasilitas kesehatan memang memiliki peluang untuk mengadakan obat secara mandiri berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, lalu mengklaim pengadaan tersebut ke pemerintah.
Regulasi itu diterapkan sebagai salah satu upaya mencegah kekosongan obat dan menjamin pasien JKN tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk obat.
BPJS Kesehatan telah membuat kontrak dengan fasilitas kesehatan untuk tidak mengenakan biaya di luar ketentuan. “Kalau ditemukan kasus seperti itu, kelebihan biaya yang dibayarkan pasien harus dikembalikan,” tegas Elsa. (Kbb)