Oleh: Ahmad ZR |
Tanggal 11 Maret 1966 menjadi cambuk bagi PKI. Pada hari itu, partai berhaluan kiri radikal itu resmi dibubarkan oleh Soeharto.
Indonesiainside.id, Jakarta — Fakta sejarah menyatakan bahwa Presiden kedua RI H Muhammad Soeharto memegang peran penting dalam menggagalkan Pemberontakan G30S/PKI, satu usaha kaum komunis untuk merebut kekuasaan di Indonesia. G30S/PKI juga tecatat sebagai satu usaha serius kaum kiri radikal untuk menghentikan kelangsungan ideologi Pancasila di Indonesia.
“Sebagai seorang perwira TNI kala itu, Pak Harto menunjukkan kesetiaan penuh kepada Saptamarga yang dalam marga kesatu dan kedua menetapkan tanggung jawab TNI dan setiap anggotanya untuk menjaga tetap tegaknya Pancasila sebagai ideologi Negara RI,” kata mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), Letnan Jenderal TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, dalam seminar bertajuk __53 Tahun Supersemar 1966, Kepemimpinan Nasional Dalam Perspektif Pancasila_ di Jakarta, Selasa (12/3).
Dia menuturkan, pada hari pertama meletusnya pemberontakan yaitu 1 Oktober 1965, Soeharto sebagai panglima Kostrad kala itu berhasil merebut inisiatif dari pimpinan pemberontakan dengan menguasai Lapangan Merdeka beserta fasilitas strategis sekitarnya, khususnya Gedung RRI sebagai sumber informasi bagi masyarakat luas. Kemudian, dilanjutkan dengan ofensif berupa penguasaan Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma sebagai pusat aksi kelompok pemberontak.
“Kemudian dengan bantuan Allah, terjadi perkembangan pada 11 Maret 1966 yang menjadi akhir dari tetap diakuinya PKI sebagai satu organisasi legal oleh Presiden Soekarno,” tutur Sayidiman.
Dia mengatakan, pada 11 Maret 1966, berlangsunglah Sidang Kabinet yang tiba-tiba ditinggalkan Presiden Soekarno secara tergesa-gesa. Ketika itu, tiga perwira tinggi (pati) TNl AD ikut menyusul Soekarno ke Bogor dengan membawa pesan Soeharto bahwa TNI AD mampu mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan apabila diberi surat kuasa oleh presiden.
Setelah tiga pati itu menghadap Presiden Soekarno dan menyampaikan pesan Soeharto. Maka, pada sore harinya keluarlah Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), yaitu perintah Presiden Soekarno kepada Soeharto selaku menteri panglima AD untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
“Dengan Surat Perintah 11 Maret, Pak Harto membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966. Keputusan itu kemudian diperkuat oleh Keputusan MPRS Nomer XXV/1966. Hal ini merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam pengamanan ildeologi Pancasila,” ucap Sayidiman

Pukulan berat krisis 1998 dan kemunduran Indonesia
Perjalanan sebuah bangsa tidak akan pernah luput dari bahaya dan tantangan yang timbul di dunia internasional. Demikian pula yang dialami Indonesia dan pemerintahan Orde Baru. Di balik pertumbuhan Indonesia yang selalu positif sejak 1967, juga terdapat sejumlah kelemahan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan. Sebut saja faktor pembangunan ekonomi yang kurang kokoh fundamentalnya.
“Maka, ketika Asia Timur diserang krisis ekonomi pada 1997 terjadi pukulan cukup berat terhadap Indonesia. Pukulan ini pada 1998 sampai memaksa Presiden Soeharto mengundurkan diri,” ujar Sayidiman.
Menurut purnawirawan jenderal bintang tiga itu, terjadinya reformasi pada 1998 bukan membuat Indonesia Iebih maju, melainkan justru menimbulkan banyak kemunduran dan kerawanan. Selain itu, terjadi kemunduran dalam perwujudan Pancasila sebagai Ideologi negara. Seperti terjadinya amandemen sebanyak empat kali terhadap UUD 1945 yang membuat konstitusi itu akhirnya banyak kontradiktif dengan Pancasila.
“Paham neoliberalisme makin kuat pengaruhnya dalam perkembangan masyarakat Indonesia, baik dalam politik dan ekonomi,” kata dia. (AIJ)