Oleh: Ahmad ZR |
Bangsa Indonesia harus segera mengerahkan kekuatan untuk menjadikan Pancasila kekuatan nyata di bumi pertiwi, bukan hanya membiarkannya sebagai wacana dan retorika. Negara harus mewujudkan masyarakat pancasila yang punya ketahanan nasional yang ulet, tangguh, dan efektif.
Indonesiainside.id, Jakarta – Reformasi yang berlangsung sejak 1998 dinilai bukan membuat Indonesia Iebih maju, melainkan justru menimbulkan banyak kemunduran dan kerawanan. Selain itu, terjadi kemunduran dalam perwujudan Pancasila sebagai ideologi negara. Amendemen empat kali terhadap UUD 1945 juga membuat konstitusi republik ini banyak kontradiktif dengan Pancasila.
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad), Letnan Jenderal TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo menuturkan, pada 22 Februari 1967, Soeharto diangkat menjadi presiden RI berdasarkan Ketetapan MPRS no XV/MPRS/1966 dan Sidang Istimewa MPRS 12 Maret 1967. Pak Harto menegaskan pemerintahannya sebagai Orde Baru yang dirumuskan sebagai satu susunan yang menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
“Hal ini perlu ditegaskan karena dalam pemerintahan Presiden Sukarno yang diberi sebutan Orde Lama, ideologi negara dan UUD 1945 mengalami pelaksanaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Seperti berlakunya Demokrasi Terpimpin dan adanya politik nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme). Juga diterlantarkannya kesejahteraan rakyat karena ekonomi diabaikan, sehingga terjadi inflasi sampai 650 persen,” kata Sayidiman dalam seminar nasional bertajuk 53 Tahun Supersemar 1966, Kepemimpinan Nasional Dalam Perspektif Pancasila di Jakarta, Selasa (12/3).
Berbeda dengan Orde Baru, kata dia, semua kebijakan pemerintahan dilaksanakan atas dasar UUD 1945 dan Pancasila secara konsisten. Selain itu, dalam pemerintahan Pak Harto juga dilaksanakan pembangunan nasional berkala sejak 1968 sebagai perwujudan Pancasila.
Menurut Sayidiman, kondisi Indonesia dalam pemerintahan Orde Lama kurang sekali memberikan perhatian kepada kesejahteraan masyarakat. Kekurangan itulah yang dikoreksi oleh Soeharto dengan pelaksanaan Pembangunan Nasional. Pembangunan yang bertitik berat ekonomi itu dapat memperbaiki kondisi sosial dan mengatasi berbagai kesukaran yang tadinya dialami rakyat semasa Orde Lama.
Sayidiman menjelaskan, pada masa Pak Harto pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen setiap tahun dapat menyediakan kesempatan kerja dan perbaikan dalam penghasilan masyarakat. Pemerintah juga menjalankan program pengentasan kemiskinan yang nyata sehingga mampu memperkecil kesenjangan antara golongan kaya dan miskin.
“Perbaikan kondisi ekonomi mengubah Indonesia dari negara miskin menjadi negara yang berkembang. Negara yang menuju tinggal Iandas menjadi negara maju kala itu,” ungkapnya.
Kehidupan politik di masa Pak Harto juga menjadi Iebih teratur dengan terselenggaranya pemilihan umum (pemilu) setiap lima tahun yang diikuti oleh tiga peserta yaitu PPP, Golkar, dan PDI.
Pada zaman itu juga dibentuk Badan Pembinaan Pendidikan dan Pengamalan Pancasila (BP7), ditetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan diadakan Penataran P4 secara luas dan teratur. Program itu menghasilkan pemahaman ideologi Pancasila yang makin luas dan baik di tengah-tengah masyarakat.
“Kondisi dalam negeri yang membaik menjadi Iandasan yang kuat bagi peran Indonesia di luar negeri. Peran Indonesia di ASEAN dan Gerakan Non Blok makin menonjol, demikian pula di lingkungan PBB. Posisi Indonesia disertai ideologi Pancasila makin tinggi bobotnya di lingkungan internasional,” ucap Sayidiman.
Bahaya dari Luar Negeri mengancam Indonesia
Sayidiman menjelaskan, perkembangan China sejak tahun 1979 seakan menunjukkan ambisinya merebut kembali posisi sebagai negara pusat dunia. Dalam mewujudkan ambisi tersebut, China memperluas kekuasaannya di banyak bagian dunia. Ekspansi China itu juga sampai ke Indonesia. Berbagai keunggulan yang dimiliki bangsa ini, mulai dari sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan geostrategi menjadi sasaran yang penting untuk dikuasai negeri tirai bambu itu.
“Kondisi Indonesia yang mengalami kemunduran harus dikoreksi kalau hendak selamat dari usaha ekspansif luar negeri itu. Keselamatan NKRI sepenuhnya tergantung pada kemampuan bangsa Indonesia sendiri untuk membangun kekuatan yang mampu menolak ekspansi asing itu,” kata dia.
Bangsa Indonesia, menurut dia, harus segera mengerahkan kekuatan untuk menjadikan Pancasila kekuatan nyata di bumi pertiwi. Jangan lagi hanya membiarkan Pancasila sebagai wacana dan retorika semata. Negara harus mampu mewujudkan masyarakat Pancasila yang punya ketahanan nasional yang ulet, tangguh, dan efektif.
“Untuk itu, harus berkembang kembali sikap hidup gotong royong dengan kebersamaan dalam hubungan antara warga masyarakat. Kebersamaan yang menghasilkan persatuan kokoh dan timbul sinergi dari hubungan keunggulan dan kelemahan,” tuturnya.
Menurut Sayidiman, dalam masyarakat harus berlaku sistem politik yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia. Untuk itu, bangsa Indonesia harus kembali kepada UUD 1945 yang asli sebagai konstitusi bangsa, yakni UUD 1945 sebelum diamendemen 4 kali selama masa reformasi.
“Setelah UUD 1945 asli jadi konstitusi resmi, dapat diadakan kaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan bangsa dan zaman dengan menggunakan adendum sebagai cara perbaikan,” ujarnya.
Dia optimistis, lewat jalan tersebut bakal terwujud ketahanan nasional berupa kekuatan nasional yang ulet, tangguh, dan mampu menolak semua ancaman, tantangan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam. “NKRI selamat dan terwujud masyarakat maju, adil, sejahtera berdasarkan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat.” (AIJ)