Oleh: Eko P
Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta agar masyarakat menerima dengan baik, kerja sama dengan orang asing di Indonesia dan tidak langsung mencap sebagai antek asing apalagi antek aseng karena itu emosi keagamaan.
“Di internal kita sendiri termasuk makin mampu mengelola orang asing yang ingin bekerja sama dengan kita, dengan catatan menguntungkan bangsa kita. Jangan apa-apa, belum-belum sudah antek asing, antek aseng, itu namanya emosi keagamaan,” kata Presiden Joko Widodo di Jakarta, Rabu (18/9) seperti dikutip Antara.
Presiden menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan ‘Forum Titik Temu: Kerja sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan’ yang dihelat Nurcholis Madjid Society, jaringan Gusdurian dan Maarif Institute.
Hadir dalam kegiatan ini Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Ibu Negara Indonesia keempat Sinta Nuriyah Wahid, cendekiawan muslim Quraish Shihab, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, juga Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan tokoh-tokoh lainnya.
“Sejalan dengan usia bangsa kita yang dewasanya, kita juga dewasa dalam berbhineka tunggal ika, terbuka dalam mempercepat kemajuan negara kita dan makin mampu mengelola perbedaan,” kata Jokowi.
Jokowi lantas menggarisbawahi apa yang disampaikan oleh Quraish Shihab. “Saya garis bawahi yang disampaikan Pak Quraish Shihab yakni emosi keagamaan dan cinta keagamaan. Emosi keagamaan dikurangi atau dihilangkan kemudian yang dikuatkan, yang ditingkatkan cinta keagamaan, saya setuju,” ungkapnya.
Quraish Shihab dalam sambutan menyebutkan sejumlah hambatan dalam persaudaraan, yaitu emosi keagamaan yang meluap-luap karena kurangnya pengetahuan agama. Emosi itu menurutnya harus dialihkan menjadi cinta karena mereka yang mencintai Tuhan tidak akan cepat marah.
“Kita harus dewasa dalam berbhineka tunggal ika, terbuka untuk mempercepat kemajuan negara kita dan makin mampu mengelola perbedaan,” kata Presiden.
Presiden mencontohkan kondisi Uni Emirat Arab dari cerita Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan. “Tahun ini di sana disebut sebagai tahun toleransi. Mereka mengundang talenta-talenta top dunia, CEO dan tenaga ahli, juga mengundang puluhan tinggi perguruan tinggi ternama dunia, juga rektor tenaga asing,” katanya.
“Di sini, baru saja ide gagasan, saya bicara soal 4.700 akademi, politeknik, universitas, perguruan tinggi, bagaimana misalnya kalau kita pakai tiga universitas kita atau politeknik atau akademi memakai rektor asing, baru bicara seperti itu sudah langsung dikatakan Presiden Jokowi antek asing,” ungkapnya.
Hal itu, menurut Presiden, bukan bagian dari cinta keagamaan. Presiden Jokowi meminta masyarakat menyaksikan kemajuan negara-negara di Amerika dalam mengelola keberagamaan. Juga menyaksikan kemajemukan di Timur Tengah, di UEA.
“40 tahun lalu UEA merupakan negara tertinggal, pendapatan rendah, tertutup. Tapi sekarang pendapatan per kapita sudah 43 ribu dolar AS,” katanya.
“Sheikh Muhammad ke saya bilang, tahun 1970-an dari Dubai ke Abu Dhabi masih naik unta, Indonesia sudah naik Holden dan Impala tapi mereka meloncat begitu cepatnya,” kata Jokowi.
Menurut Presiden, “soverign wealth fund” UEA mencapai 700 miliar dolar AS dan menduduki peringkat ke-3 besar dunia.
“UEA menjadi ikon kemajuan dunia dengan kota termodern dan terindah kemajuan di dunia apa kuncinya? Apakah SDA? Saya yakin bukan yang utama dan SDA Indonesia lebih kaya dibanding UEA, mereka punya minyak, kita juga punya, kita punya hutan dan kayu, tambang mineral batubara, lahan subur. Menurut saya salah satu kunci utamanya keterbukaan dan toleransi,” tegas Presiden.
Presiden menilai bahwa isu kemajemukan bukan hanya isu sosial dan politik tapi penerimaan kemajemukan juga menjadi isu pembangunan ekonomi. Tanpa menerima kemajemukan, anggota warga dengan latar belakang berbeda maka masyarakat tersebut akan jadi masyarakat tertutup dan tidak berkembang.
“Mari kembali ke semangat berdirinya negara ini yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang mampu mengelola kemajemukan di internal bangsa kita yang mampu menjadi teladan merawat toleransi dan persatuan dan berani terbuka untuk kemajuan bangsa,” ujarnya. (EP)