Oleh: Anisa Tri K
Indonesiainside.id, Jakarta – Penyakit African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika, saat ini sedang mewabah di beberapa negara Eropa dan Asia. Untuk mencegahnya menyebar ke Indonesia, Pemprov Bali mulai memperketat dan memeriksa bawaan penumpang yang berpotensi membawa wabah ini di Bandara International I Gusti Ngurah Rai.
I Putu Terunanegara, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar mengatakan pencegahan dilakukan dengan menyiapkan Quarantine Bin untuk penumpang yang membawa olahan daging babi. Nantinya dilanjutkan dengan pemusnahan. Selain itu juga pengambilan sampel sampah sisa makanan di pesawat.
“Ini tanggung jawab kita bersama, kerjasama seluruh pemangku kepentingan baik di Bandara maupun pemerintah daerah yang membidangi fungsi kesehatan hewan adalah kunci utama pencegahan ASF,” kata Tarumanegara, Jumat (4/10).
Mengenal Demam Babi Afrika
Melansir pork.org (4/10) virus demam babi Afrika adalah penyakit virus menular yang berdampak hanya pada babi, bukan orang, sehingga tidak mengancam kesehatan manusia.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau OIE menyatakan, jika hampir semua negara di benua Asia sudah terkontaminasi virus ASF. Negara-negara tersebut di antaranya Mongolia (Januari 2019), Vietnam (Februari 2019), Kamboja (Maret 2019) dan Hongkong (Mei 2019). Korea Utara (Mei 2019), Laos (Juni 2019), Myanmar (Agustus 2019), Filipina (Agustus 2019) serta yang terbaru adalah Timor Leste (September 2019).
Tanda Klinis ASF
Meskipun tidak menular secara langsung, jika seseorang mengalami gejala ASF, tanda-tanda klinis yang terlihat antara lain demam tinggi, depresi, anoreksis, hilangnya nafsu makan, perdarahan pada kulit (kemerahan pada kulit pada telinga, perut dan kaki), sianosis, muntah, diare dan kematian dalam 6-13 hari (atau sampai 20 hari).
Gejala penyakit kronis termasuk hilangnya berat badan, demam intermiten, tanda pernapasan, ulkus kulit kronis dan radang sendi. Berbagai jenis babi mungkin memiliki berbagai kerentanan terhadap infeksi virus ASF.
Diagnostik ASF
ASF mungkin dicurigai didasarkan pada tanda klinis, tetapi untuk meyakinkan jika seseorang terkena ASF, harus berdasarkan tes laboratorium, terutama untuk membedakannya dari demam babi klasik (CSF). Panduan tentang tes diagnostik untuk ASF dapat ditemukan di manual tes diagnostik dan vaksin untuk hewan darat.
Pencegahan dan Pengendalian ASF
Saat ini belum ada vaksin untuk ASF. Pencegahan di negara bebas dari penyakit tergantung pada pelaksanaan kebijakan impor yang tepat dan tindakan biosekuriti. Yakni tindakan preventif untuk memastikan bahwa tidak ada babi hidup atau produk daging babi yang mengandung ASF. Ini termasuk memastikan pembuangan yang tepat dari makanan limbah dari pesawat, kapal atau kendaraan yang berasal dari negara yang terkena dampak dan kebijakan impor ilegal babi hidup dan produk babi dari negara yang terkena.
Selama wabah dan di negara yang terkena dampak, kontrol ASF bisa sulit dan harus disesuaikan dengan situasi epidemiologi tertentu.
Untuk para peternak, bisa mengantisipasi dengan melakukan tindakan sanitasi kandang. Juga melakukan deteksi dini dengan pembuangan limbah kotoran dengan benar.
Seperti yang diamati di Eropa dan di beberapa daerah di Asia, transmisi ASF sebagian besar tergantung pada kepadatan populasi babi hutan dan interaksi mereka dengan sistem produksi.
Pengetahuan yang baik dan manajemen dari populasi babi hutan dan koordinasi yang baik antara layanan veteriner, satwa liar dan otoritas Kehutanan diperlukan untuk berhasil mencegah dan mengendalikan ASF.(PS)