Indonesiainside.id, Jakarta – Mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, mengkritisi buku ‘Dunia Barat dan Islam: Cahaya di Cakrawala’ tulisan Sudibyo Markus. Menurut dia, Islam dan Barat tidak dapat dipertentangkan karena secara mendasar memang tidak selaras.
“Dari dua buku ini yang harus kita sadari adalah dua kategori yang tidak selaras karena Barat lebih kepada geografis dan Islam kepada agama. Ini selalu jadi persoalan,” kata Azra dalam diskusi peluncuran buku di PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (29/10).
Dia menyebutkan, penghadapan ini adalah penghadapan yang rancu karena nyatanya banyak orang Islam di Amerika dan Eropa. Penduduk aseli Amerika dan Eropa dianggap akomodatif terhadap bertumbuhnya Islam secara cepat.
“Memang disana ada pelecehan dan berujung pada Islamophobia, tapi saya anggap disana baik-baik saja. Kalau ada masjid yang dilempari batu itu satu dua saja, sama seperti ada Sinagog yang dilempari,” kata dia.
Azra menuturkan, sebenarnya tidak ada pemisahan yang ketat antara Barat dan Islam karena pertumbuhan Islam di Barat sangat pesat. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti imigrasi dan sifat keterbukaan masyarakat.
“Bagaimana umat Islam ada lebih dari lima abad di Andalusia dan Spanyol, ini karena adanya perdamaian. Sehingga terjadi transmisi keilmuan dari cendikiawan muslim ke Eropa,” katanya.
Azra kemudian menggunakan tesis UNESCO, dimana peradaban hari ini muncul dari tradisi kalangan Yahudi, Trinitas dan Islam. Namun bukan berarti tradisi dari negara lain seperti Cina dan India tidak ada.
“Tetapi modernitas itu awalnya berasal dari Eropa yang bersumber dari Judeo, Christian and Civilization Moslem,” ujarnya.
Di lain sisi, dia menilai Islamisitas orang Islam malah rendah. Alasannya? “Kita rajin wudhu, rajin thaharah, tapi masih korupsi, masih buang sampah sembarangan. Nah, ini masalah yang dihadapi orang Islam,” kata dia.
Karena itu, agenda-agenda untuk membangun cahaya di cakrawala sesuai tajuk buku penulis ini masih menjadi PR. Azyumardi berpendapat justeru cahaya di cakrawala ada di negara-negara Barat dan Eropa.
“Itu seperti di Jepang, Korea, Cina, Hongkong, dan Singapore. Jadi cakrawalanya bukan dimana-mana termasuk Indonesia, meskipun kita lebih baik karena tidak ada perang seperti negara-negara Timur Tengah,” katanya. (Aza)