Indonesiainside.id, Jakarta – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta Menteri Agama Fachrul Razi tidak menggeneralisasi semua pengguna cadar dengan perilaku radikalisme. Ia meminta Menag untuk mengkonsultasikan dulu mengenai perkara agama dengan MUI agar tidak menimbulkan kegaduhan.
“Saya setuju dengan Kapolri baru itu, kita pilah-pilah dan jangan ada putusan yang tendensius untuk melokalisir masalahnya,” kata Anwar di kantor MUI, Jakarta, Jumat (1/11).
Anwar berpendapat, jika orang yang menggunakan cadar kemudian berbuat kriminal, lalu cadarnya dilarang, maka orang yang menggunakan pakaian ala Eropa dan melakukan kriminal, maka pakaian itu juga harus dilarang. Karenanya, hal itu tidak bisa dipukul rata dengan yang lain.
“Orang yang pakai cadar bisa lakukan tindak kriminal dan orang yang nggak pakai cadar juga bisa lakukan tindak kriminal. Oleh karena itu, hadapi saja kasus per kasus,” ujarnya.
Mengenai wacana presiden Jokowi yang ingin mengganti istilah radikalisme dengan manipulatif agama, Anwar hanya menggelengkan kepala. Pasalnya, ia sendiri tak faham dengan istilah radikalisme.
“Saya sendiri belum paham sampai sekarang, orang yang ingin menyampaikan ajaran agamanya dan ingin memperjuangkan ajaran agamanya, apakah dia dianggap radikal?” katanya.
Karena itu, secara pribadi, ia ingin mendengar dulu apa yang dimaksud dengan radikalisme. Sebabnya, oknum masyarakat Papua yang ingin melakukan separatisme, tidak disematkan kata radikal.
“Saya enggak tahu ini, karena ini (tuduhan radikalisme) tendensius bagi saya, karena mereka tidak sama agamanya dengan saya atau bagaimana?,” ucapnya.
Karenanya, ia tak ingin banyak berkomentar tentang diksi manipulator agam. “Ya kita renungkan dululah, apakah diksi itu tepat atau tidak,” kata Anwar. (Aza)