Indonesiainside.id, Jakarta – Salah satu permasalahan pelayanan rumah sakit di Indonesia adalah, belum semua rumah sakit memiliki sistem antrian elektronik yang dapat memberikan kepastian waktu layanan.
Berdasarkan data BPJS, pada awal pelaksanaan Program JKN-KIS tahun 2014, hampir tidak ada antrean daring. Pada tahun 2018, terdapat kenaikan dengan adanya 944 rumah sakit (42,7%) yang menyediakan antrean online.
Berdasarkan data tersebut, BPJS Kesehatan dan PERSI berkomitmen jika di tahun 2019, seluruh rumah sakit yang merupakan anggota PERSI diimbau memiliki sistem antrean daring.
“Ini dimaksudkan agar rumah sakit mampu memberikan kepastian waktu pelayanan bagi pasien JKN-KIS. Dengan begitu, tidak terjadi penumpukan pasien JKN-KIS yang hendak mengakses layanan di rumah sakit,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam jumpa media di kantor BPJS kesehatan, Jakarta, Selasa (19/11).
Fachmi mengatakan, bahwa komitmen peningkatan kualitas layanan rumah sakit ditekankan pada tiga hal, yaitu sistem antrean, sistem transparansi ketersediaan tempat tidur rawat inap, dan sistem layanan hemodialisa atau cuci darah untuk pasien penyakit ginjal dengan menggunakan sidik jari.
Sistem antrean tersebut, diharapkan bisa membantu efisiensi waktu pasien. Agar saat datang ke RS untuk berobat, bisa berkunjung pada waktu yang ditentukan sehingga memangkas waktu tunggu di rumah sakit.
“Ini dimaksudkan agar rumah sakit mampu memberikan kepastian waktu layanan bagi pasien JKN-KIS. Dengan begitu, tidak terjadi penumpukan pasien JKN-KIS yang hendak mengakses layanan di rumah sakit,” ujarnya.
Pada 2020 mendatang, BPJS Kesehatan menargetkan jika seluruh rumah sakit yang melayani pasien program JKN-KIS dipastikan sudah bisa menerapkan sistem antrean daring. (PS)