Indonesiainside.id, Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian meminta ada kajian akademik dalam mengevaluasi pilkada langsung agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, salah satunya sistem asimetris. Kini wacana evaluasi sistem pemilihan kepala daerah muncul kembali. Ada dua opsi yang mencuat ke publik.
Opsi pertama, pemilihan langsung hanya akan digelar pada tingkat kabupaten/kota. Sementara untuk pilkada tingkat provinsi digelar pemilihan secara tidak langsung alias melalui DPRD.
Opsi kedua, ada alternatif kebijakan evaluasi pilkada secara asimetris. Kebijakan akan menghasilkan mekanisme daerah tertentu yang boleh digelar secara langsung dan daerah-daerah yang digelar secara tidak langsung.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo sepakat dengan evaluasi secara menyeluruh dan holistik dengan pendekatan akademik. Agar proses evaluasinya terukur dan hasilnya bisa dijelaskan secara ilmiah.
“Gagasan ini perlu direspon positif dengan melakukan sejumlah riset, focus group discussion (FGD), indepth interview yang melibatkan para pakar dan peneliti,” kata Karyono di Jakarta, Rabu (20/11).
Karyono menjelaskan, evaluasi secara sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam pelaksanaan pilkada. Dengan melakukan proses evaluasi yang holistik, bisa diketahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tingginya biaya politik, faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya pelanggaran dalam setiap tahapan pemilu dapat diteteksi secara terukur.
“Dari hasil evaluasi dapat diketahui kelemahan sistem pemilihan langsung,” katanya.
Ia menyarankan, secara garis besar ada dua aspek yang perlu dievaluasi, yaitu aspek yuridis dan teknis. Guna mendapatkan hasil evaluasi yang terukur perlu ada studi perbandingan untuk melihat plus – minus antara sistem pemilihan langsung oleh rakyat dengan sistem pemilihan melalui DPRD.
“Ada beberapa variabel yang bisa digunakan untuk mengukur kelebihan dan kekurangan kedua sistem tersebut,” katanya.
Di antaranya, dengan memasukkan sejumlah variabel untuk mengukur seberapa besar pengaruh kedua sistem pemilihan dari aspek keamanan, stabilitas politik, ekonomi, perubahan sosial, budaya (perilaku pemilih), money politic, dan seberapa besar kedua sistem pemilihan bepengaruh terhadap tingkat korupsi. “Evaluasi menyuluruh Itulah yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memutuskan apakah akan tetap menerapkan sistem pemilihan langsung atau melalui DPRD,” katanya. (Aza)