Indonesiainside.id, Jakarta – Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Rahman Dahlan mendukung wacana pemerintah terkait program pembimbingan pranikah. Tujuannya, agar calon pengantin memahami dan menghayati makna, kewajiban tanggung jawab dan hak masing-masing dari kedua pengantin.
“Ini berlaku baik sebagai suami, sebagai isteri, sebagai menantu, sebagai ipar, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga negara. Demikian juga tentang penyuluhan kesehatan reproduksi,” kata Dahlan kepada Indonesiainside.id, Rabu (20/11).
Namun, ia mengingatkan agar pelaksanaannya jangan sampai membuat susah calon pengantin. Apalagi sampai terkesan menghambat atau menghalang-halangi rencana perkawinan.
“Kalau benar sampai program pelatihannya menghabiskan waktu berhari-hari, apalagi berbulan-bulan, tentu kita tidak setuju, karena sudah berlebihan,” katanya.
Ia justeru setuju jika pelaksanaannya dilakukan maksimum delapan jam pertemuan, dimana bisa saja dibagi dalam beberapa hari. Misalnya, dua sampai empat hari.
“Tetapi, sekali lagi, jika berlarut-larut, tentu kita tidak setuju, apalagi dikenakan biaya yang memberatkan calon pengantin,” ujarnya.
Sementara, Sekjen MUI Anwar Abbas menuturkan, MUI pernah mengusulkan agar calon pengantin diberikan pelatihan secara intensif. Agar paham tentang tujuan menikah.
“Namun, ini lagi-lagi sertifikat itu seperti apa. mungkin imbauan sifatnya, perlu dilatih supaya tidak begitu saja orang nikah, sebentar-bentar firaq (cerai),” katanya.
Meski begitu, Anwar menilai sifatnya tidak bisa begitu saja dipaksakan. Perlu edukasi yang baik dan berkala.
“Saya lebih setuju ada pelatihan (dibandingkan sertifikasi pranikah), supaya paham. Setelah itu baru menikah,” ujarnya. (Aza)