Indonesiainside.id, Jakarta – Melihat permasalahan banjir yang melanda kawasan Jabodetabek, tidak hanya dinilai dari aspek bencana alam saja. Kepala BNPB, Doni Monardo menegaskan, jika penyebab utama yang pertama akibat banjir dan longsor adalah karena adanya perubahan vegetasi.
Perubahan vegetasi meliputi perubahan kawasan hutan, terutama kawasan konservasi yang diubah menjadi perkebunan pertanian. “Ini menjadi peringatan kepada kita semua dan seluruh pemimpin di daerah dan juga para pelaku usaha, untuk betul-betul melakukan kegiatan usaha memperhatikan keseimbangan alam. Jangan sampai kita mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar tetapi justru dampak kerugian,” tegasnya dalam acara peluncuran sistem operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Jakarta, Jumat (3/1).
Doni menuturkan, jika curah hujan yang turun pada tanggal 1 mencapai 377 milimeter. “Dan kalau kita lihat dari data-data sebelumnya, ini termasuk curah hujan tertinggi sepanjang 24 tahun terakhir,” ungkapnya. Ia menambahkan, jika kejadian ini menunjukkan, betapa kita tengah menghadapi sebuah fenomena yang luar biasa.
“Ini adalah peristiwa alam ini adalah kondisi alam yang merupakan siklus setiap tahun atau mungkin juga pada masa lalu,” imbuhnya.
Menurutnya, yang bisa dilakukan saat ini adalah mengurangi intensitas hujan, salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi modifikasi cuaca. Doni menjelaskan, perkiraan penyemaian awan dengan teknologi TMC ini cukup menahan penyemaian awan dengan intensitas sebesar 20%. “Kalau 20% dari 377 mm per hari, maka ini sudah sangat membantu. Seandainya awan tidak bisa ditembus ya jangan. Karena masalah keselamatan adalah hal yang paling utama,” jelas Doni. (PS)