Indonesiainside.id, Jakarta – Dua Ormas Islam terbesar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, mempertanyakan tujuan pembangunan terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengaku tidak tahu apa tujuan terowongan Istiqlal-Katedral dibangun. Secara budaya atau agama, dua-duanya tidak masuk.
Kini Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti ikut mempertanyakan maksud, tujuan dan nilai strategis dari wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun terowongan Istiqlal-Katedral. Menurut dia, yang dibutuhkan saat ini bukan silaturahmi dalam bentuk fisik atau infrastruktur terowongan.
“Tapi yang diperlukan itu silaturahmi dalam bentuk infrastruktur sosial, dimana pemerintah secara sungguh-sungguh membangun toleransi yang autentik, toleransi yang hakiki, bukan toleransi yang basa-basi,” kata Mu’ti di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (10/2).
Menurut dia, infrastruktur sosial jauh diperlukan oleh bangsa Indonesia saat ini. Karena itu, pembangunan terowongan silaturahmi Istiqlal-Katedral perlu ditinjau ulang.
“Nanti kalau begitu, (masjid) Sunda Kelapa dan Gereja itu juga berdekatan, kenapa juga tidak dibangun. Bahkan di Indonesia dan tempat lain ya, banyak masjid dan gereja itu berhimpitan,” ujarnya.
Sehingga, nantinya pemerintah Indonesia berhasil membangun infrastruktur sosial. “Terutama menyangkut sikap terbuka, toleransi, dan saling hormati, saya kira yang sifatnya simbolis seperti itu dilakukan berbeda saja,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi akan membangun terowongan dari Masjid Istiqlal ke Gereja Katedral dengan dalih untuk mempermudah silaturahmi antarumat beragama. “Ini menjadi sebuah terowongan silaturahmi. Jadi tidak kelihatan berseberangan, tapi silaturahmi,” kata Jokowi saat meninjau proses renovasi Masjid Istiqlal di Jakarta, Jumat (7/2) pagi. (Aza)