Indonesiainside.id, Jakarta – Virus corona (Covid-19) mulai ditemukan di Wilayah Wuhan, Cina pada akhir 2019 lalu. Hingga saat ini, virus itu telah menjangkiti 76 negara dan mencapai 92.860 kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.162 meninggal dunia dan 48.252 dinyatakan sembuh.
Sementara, Indonesia mengonfirmasi kasus pertama pada Senin (2/3) lalu. Dua pasien dinyatakan positif virus corona berasal dari Depok, Jawa Barat setelah berinteraksi dengan warga Jepang yang positif virus mematikan tersebut.
Pengumuman Presiden Jokowi mengenai kasus tersebut menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Dampaknya, banyak masyarakat mengeluhkan kelangkaan masker dan hand sanitizer. Tak hanya itu, di sejumlah tempat banyak warga yang menimbun bahan makanan pokok usai informasi itu meluas ke publik.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai masyarakat sebenarnya tidak perlu panik jika pemerintah transparan dan jujur dalam menyampaikan informasi mengenai covid-19 di Indonesia. Kepanikan itu juga dipicu oleh beberapa pejabat negara yang tidak satu suara mengenai isu tersebut, sehingga masyarakat makin panik.
Lalu, apakah pemerintah bisa dikategorikan melanggar hak-hak asasi masyarakat terkait informasi publik atau tidak? Bagaimana hak-hak masyarakat atas informasi mengenai covid-19 sudah terpenuhi?
Hari ini, Rabu (4/3), Indonesiainside.id berkesempatan wawancara dengan Usman Hamid di Hotel Grand Cemara Hotel, Menteng, Jakarta Pusat. Berikut kutipan wawancaranya:
Covid-19 sudah masuk ke Indonesia, jika dilihat dari perspektif HAM, bagaimana seharusnya pemerintah menangani kasus itu?
Merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi kedua pasien tersebut, dan memastikan proses penyembuhannya itu ditanggung oleh negara. Selain kewajiban negara kepada dua pasien itu, juga negara kewajiban kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memastikan virus itu tidak menyebar.
Kedua, yang mungkin baiknya dilakukan pemerintah saat ini adalah menyusun komunikasi yang rasional, untuk mencegah kepanikan-kepanikan yang tidak perlu.
Ini kan beberapa hari terakhir, kita dikabari tentang kepanikan masker yang habis, hand sanitizer yang habis, sampai orang-orang berbondong bondong untuk berbelanja bahan pokok.
Pemerintah harus datang dengan penjelasan yang bukan sekedar menenangkan, tapi juga memberikan penjelasan rasional tentang bagaimana kita menghadapi (virus) ini agar tidak tercipta kepanikan-kepanikan seperti itu.
Apakah pemerintah sudah melakukan langkah-langkah itu, dan apakah dua pasien itu sudah terpenuhi hak asasinya?
Hak atas kesehatan mereka (rakyat) harus diperhatikan juga, wilayah publik yang lebih luas lagi. Jadi kesehatan publik ini kan akhirnya terganggu.
Banyak negara-negara kemudian mengambil kebijakan untuk membatasi ruang gerak masyarakatnya. Itu memang bisa dibenarkan demi kesehatan publik.
Tapi dalam kasus Indonesia, belakangan kita kurang mendapat informasi yang lengkap bagaimana sebenarnya potensi virus itu di dalam wilayah Indonesia. Penjelasan dari berbagai pihak pemerintah itu berbeda-beda, ada pejabat yang menjelaskan dari sisi agama, ada pejabat yang cenderung membatah saja, ada juga pejabat yang cenderung menimbulkan kepanikan yang tidak perlu. Ini yang harus dibenahi pemerintah.
Apa yang harus dilakukan pemerintah pusat untuk melindungi hak asasi pasien corona, dan menjamin kesehatan nasional?
Ya, mengoptimalkan seluruh undang-undang kesehatan, juga memastilan seluruh pemda (pemerintah daerah) untuk mendukung rumah sakit untuk menangani setiap pasien yang mungkin terkena atau merasa membutuhkan layanan kesehatan.
Ya, memperbaiki seluruh layanan kesehatan di Indonesia, seperti membersihkan ruang-ruang publik, juga memberikan penjelasan yang rasional, agar tidak timbul spekulasi yang macam-macam. Sekarang kan kita dikhawatirkan dengan dampak ekonominya juga.
Cara pemerintah beberapa hari lalu, misalnya presiden (Jokowi) diberitakan lebih mengimbau untuk mengoptimalkan faktor pariwisata. Itu kan hal hal yang harus dipikir ulang, bahwa ini bukan main-main, bahwa ini satu problem kesehatan yang terganggu dengan keberadaan itu (Covid-19).
Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang efektif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari kementerian yang relevan, terutama Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Dua pasien di Depok mengaku tertekan setelah Jokowi mengumumkan ke publik, bagaimana menurut anda?
Pasien itu kan punya hak atas informasi. Kecuali memang ada yang mungkin dokter secara etik harus disampaikan lebih dulu kepada keluarganya.
Itu yang paling utama kan, keluarganya kan harus diberitahu, tentang apa kondisinya. Kalau sampai pihak lain, mungkin presiden juga maksudnya baik untuk mengkonfirmasi segala kesimpangsiuran ada tidaknya virus corona.
Tapi harus diingat bahwa setiap pasien, katakanlah positif Covid itu, harua benar-benar dijaga hak-haknya. Setidaknya, informasi itu diberikan pertama kali kepada keluarganya.(EP)