Indonesiainside.id, Jakarta – Ketua Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) Hery Chariansyah, meminta pemerintah melarang iklan rokok di internet. Ia menyebut iklan rokok di internet beredar tanpa pengawasan dan tidak patut terhadap regulasi, sehingga memiliki resiko tinggi diakses anak-anak dan remaja.
“Selain beredar tanpa pengawasan dan tak patuhi regulasi, iklan rokok di internet juga tidak memiliki batasan waktu edar dan/atau tayang di media internet,” kata Hery dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/3).
Permintaan tersebut berdasarkan survei iklan rokok di internet yang dilakukan RAYA Indonesia sejak Desember 2019. Survei tersebut dilakukan dengan memantau 50 website popular atau website yang paling banyak pengunjungnya (Top Site) berdasarkan data yang di publish oleh www.alexa.com. pada Senin-Jumat dengan pemilihan waktu secara random.
Hary mengatakan, pada Desember 2019 Survei dilakukan dari rentang waktu jam 10.00 WIB sampai dengan jam 00.00 WIB. Pada Periode Januari-Februari 2020, monitoring iklan rokok di internet dilakukan pada hari kerja dalam rentang waktu jam 12.00 WIB sampai dengan jam 13.30 WIB.
Survei itu dilakukan periode Desember 2019 sampai Februari 2020. Hery menyebut RAYA Indonesia menemukan iklan rokok di beberapa website yang menjadi fokus monitoring dalam bentuk iklan spanduk, Iklan Peralihan dan Iklan Pop-Up dan tidak ada penerapan verivikasi umur untuk mengakses iklan rokok tersebut.
Selain itu, iklan rokok di internet hanya dapat dilihat jika website diakses dengan menggunakan handphone atau gawai, jika dilihat melalui perangkat laptop atau komputer portabel tidak ditemukan. Padahal website yang sama dibuka secara bersamaan melalui perangkat handphone dan perangkat laptop atau notebook.
Hery menjelaskan, temuan survei itu menunjukkan bahwa iklan rokok di internet melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 yang mewajibkan iklan rokok di media tekhnologi informasi harus menerapkan verivikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang yang bukan usia anak lagi.
“Pelanggaran ini berjalan seperti tidak ada sanksi. Dengan demikian dapat disebut bahwa iklan rokok di internet telah melakukan pelanggaran atauran tanpa ada sanksi karena tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia,” ucap dia.
Iklan rokok hanya ditampilkan melalui handphone menunjukkan bahwa itu adalah strategi pemasaran industri rokok yang menyasar anak dan remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa populasi pengguna internet di Indonesia di dominasi oleh pengguna perangkat mobile, dimana anak-anak dan remaja kita adalah pengguna internet melalui perangkat mobile.
“Karena memang secara teoritis dan empiris, iklan rokok merupakan strategi pemasaran Industri Rokok untuk mengenalkan dan memasarkan produk rokok untuk menambah konsumen yaitu perokok pemula,” ucap dia.
Data prevalensi perokok anak setiap tahun terus meningkat, dalam rentang 5 tahun terakhir (2013 2018) prevalensi perokok anak usia 10 -18 Tahun meningkat sebesar 26.4 persen. Angka ini jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merencanakan penurunan pravalensi perokok anak menjadi 5,4 persen.
Maka itu, Hary meminta permerintah melalui kementerian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo) mengambil langkah tegas melarang iklan rokok di Internet. Hal itu demi melindungi anak dari zat adiktif rokok.
“Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk melarang iklan dan promosi rokok sebagai upaya perlindungan anak yang diamanatkan oleh UUS 1945 dan UU Perlindungan Anak,” ucap dia. (CK)