Indonesiainside.id, Jakarta – Sosiolog sekaligus Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar, menilai rakyat jelata adalah kelompok yang paling merasakan dampak wabah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Ia menyebut banyak masyarakat bisa sabar menghadapi krisis kesehatan saat ini, tapi tak sedikit pula yang tak tahan menderita sehingga memicu tindakan kriminal.
“Rakyat jelata paling merasakan dampak negatif Covid-19. Mereka bukan tidak mau tinggal di rumah sesuai anjuran pemerintah, tetapi tidak ada yang memberi makan dan uang untuk istri dan anak-anak mereka,” ucap dia di laman resminya, Kamis (2/4).
Dia menyebut kelompok tersebut sangat dilematis. Mereka sadar risiko tertular Covid-19 jika keluar rumah mencari rezeki dengan berjualan atau melakukan pekerjaan serabut. Namun, di luar pun perputaran ekonomi melambat lantaran orang-orang yang menjadi konsumen mereka juga berdiam diri di rumah.
“Kalau berjualan, tidak ada yang membeli jualan mereka. Sebab tukang ojek, pekerja bangunan, sopir bajaj, pedagang kecil, buruh kecil, dan lain sebagainya yang selama ini menjadi langganan mereka sedang paceklik akibat Covid-19. Mereka tidak punya daya beli,” ucap Musni Umar.
Sementara, pekerja formal atau buruh juga paling dikorbankan jika tempat mereka bekerja mengalami kesulitan. Saat ini, kata dia, sudah banyak buruh yang dirumahkan, sebab hasil produksi perusahaan tempat mereka bekerja tidak bisa menjual produk, karena daya beli masyarakat nyaris tidak ada.
Selain itu, hasil pertanian seperti karet, coklat hingga sawit harganya turun. Maka hidup rakyat jelata, tidak hanya yang hidup di kota, tetapi juga di desa semakin sulit. Para pedagang informasi yang mengadu nasib di kota besar banyak pulang kampung. Akan tetapi, di kampung mereka juga tidak ada pekerjaan dan penghasilan.
“Melihat kondisi sosial masyarakat bawah (rakyat jelata) hari ini dan di masa depan, sangat menyedihkan,” ucap Musni Umar.
Maka itu, dia meminta pemerintah pusat maupun daerah turun tangan untuk mengurangi penderitaan rakyat jelata. Mereka harus diberi bantuan sembako dan uang tunai atau bantuan langsung tunai (BLT) selama wabah Covid-19 melanda. Jika tidak, kondisi yang makin sulit bisa memicu lahirnnya tindakan kriminal.
Selain itu, tokoh-tokoh agama dan masyarakat harus menggalakkan kesetiakawanan sosial. Modal sosial di masyarakat seperti masjid, gereja, vihara, hingga kelompok pengajian dapat digerakkan untuk menjadi pusat penggalangan dana, tentu via daring (online) dan tidak berkumpul ramai-ramai.
“Untuk menghimpun sembako dan dana untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan akibat Covid-19,” ucap Musni Umar. (AIJ)