Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR, Yohanis Fransiskus Lena, meminta pemerintah menciptakan iklim usaha kondusif bagi peternak kecil agar tetap produktif dan mampu bersaing di tengah wabah Covid-19. Peternak kecil sudah susah payah memelihara ayam dan ternak lainnya selama beberapa bulan, namun tak mendapat keuntungan karena harga murah.
Dia mengatakan, supply bibit ayam dari luar negeri harus segera dibatasi, agar tidak terjadi oversupply. Pemerintah perlu memerintah korporasi membeli ayam dan telur peternak kecil. “Karena sebenarnya kita sanggup memenuhi kebutuhan domestik,” ucap pria yang akrab disapa Ansy itu, Senin (6/4).
Dia lalu meminta pemerintah menutup wacana impor ayam beku dari Brazil. Selain menggangu usaha keunggasan, impor juga mematikan produktivitas peternak kecil domestik.
Justru, kata dia, momentum pandemi Covid-19, Kementerian Perdagangan dan Bulog bisa membenahi arah kebijakan impor. Ini karena ekonomi negara-negara di dunia terganggu dengan adanya Covid-19. Negara importir pasti akan menyelamatkan diri dan menggunakan produksi untuk kebutuhan domestik.
“Bulog mestinya membeli ayam dan telur dari peternak kecil untuk memenuhi konsumsi domestik selama pandemik berlangsung dan tahun-tahun ke depan. Pandemi corona menjadi momentum strategis bagi Bulog untuk membangun kemitraan dengan peternak kecil dan memutus mata rantai ketergantungan pada impor ayam dan telur,” ucap Ansy.
Selain itu, pemerintah juga harus menyiapkan regulasi agar peternak kecil bisa jadi pemasok daging ayam, telur ke restoran, hotel dan katering dengan porsi berimbang dengan korporasi besar. Pemerintah perlu merevitalisasi pola kemitraan perusahaan ternak milik BUMN dengan peternak kecil.
“Ini penting agar produsen ternak BUMN tak lagi mengimpor ayam atau bibit ayam dari luar. Pola kemitraan ini juga penting untuk memutus rantai monopoli oleh korporasi-korporasi besar yang memiliki modal besar di pasar,” kata dia.
Selain itu, regulasi itu juga penting agar tidak ada lagi monopoli, sehingga peternak kecil bisa hidup sejahtera. Artinya, mereka sudah berjuang, sudah berusaha memelihara ayam dan telur dalam jumlah besar, tetapi tak beruntung karena harga di pasar ayam jatuh.
“Jadi secara struktural, mereka dimiskinkan karena negara belum sepenuhnya berpihak kepada mereka,” ucap Ansy. (SD)