Oleh: Muhajir
Indonesiainside.id, Jakarta – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR menunda pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. PSHK juga mendesak Jokowi menarik Surat Presiden (Supres), Draf, dan Naskah Akademik RUU Cipta Kerja untuk disempurnakan dengan menghilangkan pasal-pasal kontroversial.
Direktur Advokasi dan Jaringan, Fajri Nursyamsi, menilai banyak pasal yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam RUU tersebut. Selain itu, Fajri juga meminta DPR menunda pembahasan seluruh RUU sampai masa Darurat Bencana Nasional dan Darurat Kesehatan masyarakat dinyatakan berakhir.
“DPR harus lebih fokus dan kritis untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penanganan Covid-19. Pengawasan harus dilakukan untuk menjaga agar pemerintah tetap menjalankan kewenangannya sesuai prinsip negara hukum,” kata Fajri di Jakarta, Selasa (14/4).
Fajri menyebut beberapa alasan mengapa pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja harus ditunda. Pertama, langkah DPR melanjutkan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja menuai kritik dari berbagai kalangan. Ini karena dalam proses penyusunan dan materi RUU tersebut menyimpan banyak permasalahan subtansial dan prosedural.
Kedua, naskah RUU itu begitu kompleks dari sisi struktural, dan ketentuan Pasal 166 serta Pasal 170 yang bertentangan dengan hirarki perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi hanya saru contoh dari permasalahan yang muncul di permukaan.
Ketiga, penyusunan Omnibus Law Cipta Kerja di sisi pemerintah yang tertutup mengabaikan aspek pembentukan yang transparan dan partisipatif. Padahal aspek itu harus menjadi perhatian DPR.
Keempat, dari sisi waktu juga tidak tepat karena masyarakat dan pemerintah tengah menghadapi pandemi Covid-19. Seyogyanya hal itu menimbulkan pemahaman bahwa publik sebagai pemangku kepentingan tidak bisa maksimal melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan RUU di DPR.
“Kondisi ini berpotensi menimbulkan kontroversi di publik karena menunjukkan adanya permasalahan mendasar tentang skala prioritas situasi nasional,” kata Fajri.
Terkait hal ini, DPR mengagendakan rapat kerja dengan pemerintah untuk melanjutkan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja. Agenda utama raker tersebut adalah menyekapati kelanjutan pembahasan RUU itu antara DPR dan pemerintah.(EP)