Oleh: Muhajir
Indonesiainside.id, Jakarta – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, menolak Revisi Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba). Ia menilai RUU itu hanya memberikan keuntungan bagi enam perusahaan tambang batu bara raksasa.
“(RUU Minerba) ada urgensinya, kecuali menyelamatkan enam perusahaan terbesar yang menguasai 70 persen (produksi batu bara di Indonesia), itu urgensinya,” kata Faisal Basri melalui video conference, hari ini (15/4).
Enam perusahan kelas kakap itu mendapat ‘angin surga’ dari sejumlah pasal dalam RUU Minerba. Di antaranya Pasal 169A dan 169B. Melalui Pasal 169A, pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) memperoleh perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa lelang.
Faisal mengatakan, perpanjangan izin dilakukan setelah memenuhi persyaratan dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara. Ia menyebut PKP2B itu akan berakhir pada periode 2020-2025.
Maka itu, dia menilai tidak ada urgensi pembahasan RUU Minerba kecuali hanya menguntungkan enam perusahaan tersebut untuk mendapatkan perpanjangan kontrak tanpa lelang. Pada UU No.4/2009 tentang Minerba, jika kontrak habis pemegang kontrak eksisting juga harus mengikuti lelang.
“Bisa dimaklumi karena banyak petinggi negeri memiliki konsesi batu bara atau setidaknya dekat dengan perusahaan baru baru skala besar, sehingga perpanjangan kontrak tak perlu lagi lewat lelang,” ucap dia.(EP)