Oleh: Muhajir
Indonesiainside.id, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI), Irfan Ridwan Maksum, menilai pemerintah tampak rumit atau complicated memandang wabah Covid-19. Akibatnya, pemerintah mengeluarkan solusi yang mengakomodasi banyak aspek, salah satunya mudik.
“Kalau dilarang (mudik) ada kompensasi yang dituntut warga. Jadi dibiarkan. Sebetulnya tidak bingung. Pemerintah ambil posisi menggeser tanggungjawab di warga. Menjadi ruang privat pulkam (pulang kampung) itu,” kata Irfan kepada Indonesiainside.id, Rabu (15/4).
Dia menilai imbauan tidak mudik dari pemerintah itu menjadi status quo. Artinya, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan tapi tidak ingin mengubah tradisi mudik masyarakat.
“Jadi status quo. Menteri Kesehatan memberi warning sebagai aspek crucial. Policy kan what government choose to do or not to do. Warga pun bisa faham. Kalau dilarang juga faham, dibiarkan begini juga faham,” ucap Irfan.
Irfan menjelaskan, idealnya dalam kondisi pandemi Covid-19, negara hadir karena ada eksternalitas negatif yang begitu dahsyat. Jadi, pemerintah harus menghitung dan menyiapkan konsekuensi jika melarang mudik.
“Bukan soal tepat tidak tepat. Saya berpendapat tidak ideal dalam kondisi kondisi Covid-19. Pemerintah sekedar status quo. Complicated dan tidak strong,” kata Irfan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengatakan bahwa tidak ada larangan mudik. Hingga saat ini, pemerintah masih dalam kebijakan imbauan tidak mudik.
Hanya saja, dalam perkembangannya, pemerintah terus mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi mengenai kebijakan larangan mudik di waktu yang akan datang.
“Dengan kondisi demikian sampai saat ini sekarang ini memang kita punya tagline ‘Tidak Piknik, Tidak Mudik, dan Tidak Panik’, tapi tidak berarti itu dikatakan boleh, ada peluang terbuka untuk mudik,” kata Budi di Jakarta, Ahad (12/4) lalu.(EP)