Indonesiainside.id, Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan siap melindungi sejumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang diduga mengalami perbudakan modern di kapal penangkap ikan berbendera Cina bernama Long Xing.
Ketua LPSK Hasto Atmojo mengatakan, pihaknya akan melakukan tindakan proaktif dalam kasus ini. Selain itu LPSK siap bekerja sama dan berkolaborasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri dan Kepolisian, untuk memberikan perlindungan kepada ABK WNI yang telah mengalami peristiwa nahas ini, mulai dari proses pemulangannya ke tanah air hingga pendampingan proses hukumnya nanti.
“Sebagai langkah awal, LPSK akan turut serta menjemput sejumlah ABK yang pulang ke Indonesia besok, Jumat, (8/5) ke bandara,” ujar Hasto di Jakarta, Kamis (7/5).
Menurut dia, pihaknya sudah beberapa kali menerima permohonan perlindungan untuk korban TPPO yang peristiwanya mirip dengan kasus yang dialami oleh 18 ABK kapal Cina. Salah satunya adalah kasus perbudakan di Benjina, Maluku, pada medio 2015 lalu yang juga ditangani oleh LPSK.
Tragedi yang dialami oleh 18 ABK di kapal Cina seperti yang banyak diberitakan media itu jelas menunjukan adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang. Untuk itu, Hasto berharap agar pihak kepolisian untuk menulusuri pihak atau perusahaan yang melakukan perekrutan dan menyalurkan para ABK ke kapal Cina tersebut, serta mengambil tindakan tegas bila terbukti adanya pelanggaran pidana.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan, kasus TPPO yang menyasar ABK bukan kali pertama terjadi. Selain kasus di Benjina, LPSK pernah beberapa kasus TPPO yang peristiwanya mirip dengan apa yang terjadi dengan ABK di kapal Long Xing, diantaranya kasus di Jepang, Somalia, Korea Selatan dan Belanda.
Menurut catatan akhir tahun LPSK 2019, permohonan perlindungan untuk kasus TPPO menempati posisi empat besar setelah kasus kekerasan seksual anak, terorisme dan pelanggaran HAM berat. (MSH)