Indonesiainside.id, Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik, Rissalwan Lubis, menilai bahwa sejak awal Indonesia mengumumkan kasus pertama dan kedua Covid-19 di Indonesia, pemerintah sudah dihadapkan oleh suatu dilema. Dia menyebut dilematis itu bahwa di satu sisi pemerintah ingin tetap menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak turun terlalu tajam dan sisi lainnya mencegah penyebaran wabah Covid-19 di luar zona merah.
“Jika diperhatikan secara seksama, pemerintah sejak awal memang lebih cenderung pada opsi yang pertama. Itu makanya yang dipilih adalah PSBB daripada karantina wilayah,” kata Rissalwan kepada Indonesiainside.id, Jum’at (8/5).
Namun, dia melihat ternyata penerapan PSBB itu justru semacam upaya ‘cuci tangan’ pemerintah pusat terhadap tanggungjawab penyebaran Covid-19. Rissalwan menilai seolah pemerintah pusat ingin fokus terhadap penyelamatan ekonomi, sedangkan pemerintah daerah fokus pencegahan virus melalui pemberlakuan PSBB.
“Malah ada anekdot dari teman-teman saya… PSBB = Peraturan Sering Banget Berubah,” ucapnya.
Menurut Rissalwan, permasalahannya adalah kebijakan PSBB tersebut bertolak belakang dengan upaya penyelamatan ekonomi. Dia menegaskan seharusnya pemerintah tidak memikirkan penyelamatan ekonomi terlebih dahulu disaat kurva kasus Covid-19 belum menurun.”Jadi ilustrasinya seperti orang patah kaki. Belum kuat berdiri, tapi sudah disuruh berlari. Ya makin parah sakitnya. Demikian juga penyebaran virus Covid-19,” tutur Rissalwan.
Ketika ditanya perihal konsep pemerintah yang tidak jelas untuk menyelesaikan Covid-19, Rissalwan menyatakan pemerintah mungkin mempunyai konsep yang jelas. Dia justru mengatakan bahwa konsep itu tidak dilakukan dengan ketegasan dalam pemerintah dan konsistensi kebijakan.(PS)