Indonesiainside.id, Jakarta – Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, menilai tagar #IndonesiaTerserah yang akhir-akhir ramai di media sosial merupakan luapan kesesalan masyarakat terhadap pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Hal tersebut menyusul beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai tak mengutamakan keselamatan dan kesehatan masyarakat, di antaranya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Tagar Indonesia Terserah, jelas merupakan respon negatif masyarakat Indonesia atas kinerja pemerintah dalam menanggulangi wabah covid 19 ini. Tagar ini menghimpun semua keluh kesah, kekesalan, kebingungan serta sekalian kepasrahan,” kata Ray Rangkuti kepada Indonesiainside.id melalui keterangan tertulis, Selasa (19/5).
Dia menjelaskan, nuansa emosi dari tagar itu bisa beragam. Dari yang sekedar kritik lunak bahkan sampai pada taraf kecewa. Tagar ini menggambarkan sesuatu yang objektif dalam masyarakat. Tak bisa dipungkiri, kinerja pemerintah dalam menghadapai Covid-19 ini antara ada dan tiada.
“Ada hanya ketika membuat aturan. Tapi seperti tidak ada jika berhubungan dengan apakah aturan itu dilaksanakan di lapangan atau tidak. Banyak aturan, bahkan kadang saling tabrakan, tapi hampir semua aturan itu seperti tidak berwujud dalam realitasnya,” ucap Ray.
Menurut Ray, akar kebingungan masyarakat bersumber dari elit politik maupun petinggi pemerintahan yang tak satu pandangan dan suara dalam menjalankan aturan yang dibuat. Bahkan sikap dan pernyataan Presiden Joko Widodo juga turut memperkeruh ketidakjelasan itu.
“Sebut saja dengan pernyataan presiden yang terakhir yang menyebut PSBB tetap dan tidak ada pelonggaran. Tapi beberapa ketentuan yang menunjang PSBB malah dibolehkan. Misalnya mudik, transportasi yang dilonggarkan, mall dan pasar yang mulai dibuka kembali,” ucap dia.
Hal itu mengakibatkan makin banyak warga yang menilai pemerintah tak sedang menangani pandemi Covid-19, tapi lebih sibuk membenahi sektor ekonomi. Ujung dari #IndonesiaTerserah itu adalah sikap pasrah, kemudian tidak peduli pada imbauan, sikap, pernyataan, bahkan aturan dari pemerintah.
“Kepasrahan yang tidak peduli itulah yang tercermin dalam kata ‘terserah’. Tentu saja, jika presiden menghayati betul suasana batin rakyat Indonesia ini, lebih dari cukup untuk mengingatkan beliau agar lebih terlihat fokus menghadapi wabah covid ini,” ucap Ray.
Namun, kata dia, respons yang ditunjukkan Joko Widodo justru jauh dari ekspektasi masyarakat. Mantan Wali Kota Solo itu terlihat bermain narasi, sehingga menghimpun semakin banyak kegusaran.
“Pak Jokowi mestinya menyadari makin sulit bagi pemerintahannya saat ini menghimpun kerelawanan masyarakat. Absennya kerelawanan partisipasi masyarakat terhadap berbagai langkah pemerintah, akhir-akhir ini, cukup jadi isarat bahwa masyarakat bisa juga bersikap tidak peduli pada pemerintahan Jokowi,” ucap dia. (MSH)