Indonesiainside.id, Jakarta – Kendati ketua umum non aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wakil presiden RI, MUI tegas dan tanpa kompromi menolak selama-lamanya Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dalam maklumat yang dikeluarkan pekan lalu. Hal ini disampaikan wakil ketua umum MUI, KH Muhyiddin Junaidi dalam webinar, Sabtu (20/6).
“Jadi, MUI bukan juru bicara (Jubir) pemerintah, MUI adalah juru bicara umat Islam Indonesia. Kami adalah penyambung lidah antara umat Islam dan pemerintah Republik Indonesia,” kata kiai Muhyiddin.
Tanpa ditutup-tutupi, lima pimpinan MUI juga menjabat sebagai staf khusus wakil presiden RI. Hal ini diakui Muhyiddin dan sudah banyak diketahui publik, posisi mereka secara tidak langsung, nilai kiai Muhyiddin juga berdampak pada sikapnya ketika rapat.
“Tetapi kita harus selalu kulil haq wa lau kaana murran (katakan yang benar walaupun pahit),” ujarnya.
Muhyiddin menyampaikan maklumat MUI Pusat dan MUI se-Indonesia bukan kali ini saja. Sebelumnya, MUI membuat maklumat menolak kedatangan tenaga kerja asing (TKA) Cina ke Konawe, Sulawesi Tenggara.
“Kami juga membuat watchdog untuk memantau UU Minerba, meskipun kita terlambat untuk mengeluarkan maklumat. Kami juga peduli terhadap omnibus law yang sangat merugikan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Salah satu hal yang disoroti MUI, omnibus law memberikan kebebasan kepada investor asing untuk tinggal permanen di Indonesia tanpa memikirkan nasib anak bangsa. “Ini juga kita tolak tanpa kompromi,” katanya.
Mengenai Pancasila sebagai dasar bernegara, berbagai Ormas besar, seperti Muhammadiyah, NU, Persis, dan MUI sepakat bahwa Pancasila menjadi kesepakatan bersama (konsensus). Maka, ketika ada kelompok tertentu yang ingin mereduksi Pancasila melalui RUU HIP dan ada anasir untuk membangkitkan kembali Komunis, MUI bersikap tegas.
“Kami sepakat untuk mengambil keputusan final agar RUU HIP dihentikan selama-lamanya bukan ditunda,” ucapnya.
Menurut dia, kondisi historis Indonesia saat ini mirip seperti sejarah pemuka Quraisy di Darun Nadwah. Mereka berkumpul dengan semua kabilah untuk membunuh Nabi SAW bersama Abu Lahab.
“Tapi kesepakatan itu tidak membuahkan hasil, kondisi ini mirip dengan Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, DPR bagaikan macan ompong yang tidak memiliki kekuasaan, termasuk Perppu 1/2020 diserahkan kepada pemerintah, sehingga dana sebesar Rp700 triliun lebih digunakan tanpa ada supervisi dan pengawasan DPR,” ujarnya. (Msh)