Indonesiainside.id, Jakarta – Menjelang satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, ada tiga masalah utama yang menjadi hambatan; pertama masalah dapur, kedua operator dan ketiga penasehat. Hal ini disampaikan politikus Partai Gelora, Fahri Hamzah dalam diskusi virtual, Kamis (25/6).
“Jadi, dapur dan operator pemerintah ini tidak mantap, karena kita tidak tahu siapa dapurnya, kalau dapurnya kuat, maka semua masakan dan aromanya akan kuat, tapi karena dapurnya tidak beres, maka aromanya tidak sedap. Beberapa menteri tampak terlihat kocar-kacir terutama ketika menghadapi Covid-19, sekalipun dia seorang jenderal,” ujar Fahri.
Lebih lanjut, Fahri menyebutkan dapur presiden utamanya adalah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Sekretaris Kabinet (Setkab) dan Kantor Staf Presiden (KSP), dapur ini juga dibantu oleh TNI, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Dapur ini yang menyebabkan data presiden harus akurat. Dia harus menyajikan data dan output yang membuat rakyat bahagia,” katanya.
Sementara masalah kedua, tutur Fahri adalah operator, mereka yang men-delivery pekerjaan seperti tidak nampak. Fahri menyebut operator tersebut seperti Menteri Koordinator (Menko).
Ia menilai ada Menko yang relevan dan tidak relevan. Padahal seharusnya seorang Menko adalah orang yang harus men-deliver pembagian tanggungjawabnya ke sektor-sektor di bawahnya.
“Seperti Menteri Kesehatan yang akhirnya kelabakan, Menko Kesra juga seharusnya paling aktif tapi kelihatan tidak aktif. Menko Polhukam juga yang sebelumnya ramai berdiskursus, namun akhir-akhir ini cenderung terlihat tidak banyak bersuara,” katanya.
“Menteri Pendidikan aja sekarang menjadi pendiam, Menteri Kesehatannya juga kabur, satu lagi Menko Maritim yang mengambil alih semuanya. Padahal seperti kondisi saat ini, semua menteri harus kerja dan sibuk dengan tugasnya masing-masing,” imbuh dia.
Ketiga, masalah saat ini, terang Fahri, presiden tidak memiliki penasehat. Seharusnya presiden memiliki penasehat agama dan mengaktifkan KH Ma’ruf Amin. Tema-tema sejuk dari wakil presiden ini harusnya disepakati dengan DPR agar bangsa Indonesia semakin kuat menghadapi Covid-19.
“Seharusnya wakil presiden itu difungsikan sebagai penasehat karena tidak punya tugas struktural secara khusus, apalagi beliau sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia, harusnya di kondisi seperti ini tidak ada lagi yang demo-demo, semua harus bersatu lawan Covid-19,” jelasnya.
Ia menambahkan, ada tiga tipe menteri di sekitar Jokowi. Pertama, tipe di mana ketika presiden bertemu, dia menjadi happy; kedua adalah profesional dan bisa bekerja, termasuk memiliki segudang pengalaman; dan ketiga menteri yang rata-rata menjadi sponsor saat pemilihan presiden (Pilpres) 2019 lalu.
“Akhirnya presiden dikelilingi oleh masalah yang tidak pernah selesai, padahal di situasi Covid-19 ini butuh persatuan, soal Pancasila dan sebagainya harus sudah selesai, tidak perlu berkutat pada urusan remeh-temeh. Sekarang bagaimana urusannya menyejahterakan rakyat dan kita menang melawan Covid-19,” ujarnya. (Msh)