Indonesiainside.id, Jakarta – Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon, menegaskan, dunia internasional wajib menghormati status Hagia Sophia menjadi masjid. Dia menyebut perubahan status Hagia Sophia lahir dari sebuah proses hukum yang konstitusional.
Koversi status Hagia Sophia merupakan hasil dari putusan Dewan Negara atas tuntutan yang diajukan oleh Asosiai Artefak Sejarah dan Lingkungan di Turki, yang meminta pembatalan keputusan Dewan Kabinet 1934 atas status museum Hagia Sophia yang dinilai ilegal. Dengan adanya putusann pengadilan tinggi tersebut, maka langkah Recep Tayyib Erdogan mengembalikan Hoagia Sophia menjadi masjid, sesuai dengan hukum Turki.
“Sebagai negara berdaulat, Turki memiliki hak untuk mengatur urusan yang berada di dalam yurisdiksi domestiknya. Dalam hal ini, persoalan status Hagia Sophia adalah murni urusan domestik pemerintah dan masyarakat Turki. Sehingga secara politik, Turki, sebagaimana negara berdaulat lainnya, memiliki hak penuh untuk mengatur dan menentukan urusan domestiknya tanpa campur tangan negara lain,” kata Fadli melalui akun Twitter, Kamis (16/7).
Apalagi, hukum internasional sangat menjunjung tinggi prinsip-prinssi nonintervensi, sebagaimana tertuang di dalam Pasal 2, 42, dan 51 Piagam PBB. Prinsi nonintervensi yang ada di dalam Piagam PBB diperkuat lagi dengan adanya deklarasi tahun 1970 (resolusi Majelis Umum PBB 2625 (XXV) tahun 1970).
“Melalui instrumen tersebyt dapat dilihat bahwa tiap bentuk intervensi yang merugikan negara yang diintervenasi adalah suatu pelanggaran hukum internasional,” tutur Fadli.
Sebelumnya, pada 10 Juni 2020, Dewan Negara (The Council of State), yang merupakan pengadilan administratif tertinggi Turki, telah mengetuk palu pengembalian fungsi Hagia Sophia dari musem kembali menjadi masjid. dengan keputusan itu, maka keputusan presiden pertama Republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk, yang pada 1934 telah mengubah status Hagia Sophia dari masjid menjadi museum, dinyatakan tak lagi berlaku.
Dunia Barat umumnya mengecam keputusan tersebut. Perubahan status itu dianggap telah dan akan menyinggung perasaan umum Krisitiani dunia, khususnya golongan Kristen Ortodoks. Ketika pertama kali dibangun oleh Kaisar Bizantium, Justinian I, pada tahun 532 hingga 537, Hagia Sophia semula dimaksudkan sebagai gereja katedral.
Meski demikia, sesudah Konstantinopel ditaklukkan oleh Sultan Mehmed II dari Kekhalifahan Usmani pada 1453, fungsi bangunan itu kemudian diubah menjadi masjid. Sultan Mehmed II, yang oleh bangsa Turki dijuluki sebagai ‘Al-Fatih’ alias ‘Sang Penakluk’, bukan hanya mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, namun juga mengganti nama konstantinopel menjadi Istanbul. Sultan Mehmed II adalah ‘Sang Penakluk’ termuda dalam sejarah dunia yaitu berusia 21 tahun. (Msh)
Kita sebenarnya tidak perlu minta Indonesia bersikap tentang Hagai Sophia di Turki Karena Masalah itu jelas menunjukan bahwa Turki tidak punya Toleransi Agama. Hagai Sophia itu GEREJA di Rubah MENJADI MESJIID jadi Fadli Zon jangan terlalu sibuk berpikir tentang sikap Indonesia. Kita Di Indonesia Punya Toleransi Antar Agama.