Indonesiainside.id, Jakarta – Anggota DPR dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus, mendukung sikap Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan PGRI yang mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dia menilai ada hal yang tidak beres dalam proses rekrutmen penerapa dana POP Kemendikbud itu.
Hal itu dikarenakan dua yayasan yang terafiliasi dengan perusahaan besar lolos sebagai penerima dana OPO tersebut. Selain itu, banyak pula entitas baru di dunia pendidikan ikut lolos seleksi.
“Ini sepertinya tidak wajar, kenapa ada yayasan yang terafiliasi dengan perusahaan besar yang seharusnya memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan melalui dana CSR perusahaan justru ikut menerima dana hibah pendidikan ini. Oleh karenanya kami meminta Kemendikbud untuk menunda pelaksanaan program dan melakukan penataan ulang serta mencari solusi dan skema terbaik dalam POP ini,” kata Guspardi di Jakarta, Senin (27/7).
Dia mengatakan, Kemendikbud tidak cuci tangan dengan alasan tidak terlibat secara langsung karena proses seleksi diserahkan kepada pihak ketiga, sehingga mereka tidak bisa ikut campir. Kemendikbud seharusya menjadi poros utama dalam melakukan kontrol terhadap mekanisme seleksi, termasuk proses verifikasi di lapangan terhadap semua calon penerima dana hibah pendidikan itu.
“Ini bentuk ketidakpahaman dalam mengelola dana pendidikan, mestinya harus banyak belajar sejarah dan salah satu kriteria penting adalah organisasi tersebut merupakan penggerak kependidikan di Indonesia,” ucap dia.
Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud. Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.
Sejauh itu jumlah peserta yang lolos seleksi evaluasi ada 183 organisasi. Organisasi yang terpilih dibagi 3 kategori yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk gajah dialokasikan anggaran maksimal Rp20 miliar per tahun, macan Rp5 miliar per tahun, dan kijang Rp1 miliar per tahun. (ASF)