Indonesiainside.id, Jakarta – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, memperbaiki rumusan Program Organisasi Penggerak (POP). Pasalnya, program tersebut menimbulkan kegaduhan di ruang publik.
Dia menyebut program yang mengedepankan kolaborasi antara negara masyarakat dalam mendukung pendidikan di Indonesia merupakan program bagus. Hanya saja, bagus saja tak cukup.
“Menteri Pendidikan dan Kebudayaan harus mengoreksi total dalam perumusan program POP ini. Program yang bagus mesti dilakukan dengan cara yang baik yakni transparan, akuntabel, dan melibatkan publik. Kegaduhan dan polemik yang muncul belakangan ini karena mengabaikan hal yang fundamental tersebut yakni transparansi, akuntanbel, dan pelibatan publik,” ucap Waketum PPP, Arwani Thomafi, di Jakarta, Senin (27/7).
Salah satu kesalahan yang dilakukan Nadiem adalah melibatkan organisasi yang berafiliasi dengan perusahaan besar. Merujuk pengumuman resmi Kemendibud, dari 324 proposal di tahap seleksi administrasi, hanya 183 yang mereka loloskan di akhir verifikasi. Empat dari ratusan proposal yang lolos diajukan dua yayasan bentukan perusahaan swasta, yakni Yayasan Putera Sampoerna dan Yayasan Bhakti Tanoto.
Yayasan Putera Sampoerna yang didirikan perusahaan rokok, PT HM Sampoerna, sebagai pelaksana tanggung jawab sosial mereka. Profil yang sama juga dimiliki Yayasan Bhakti Tanoto, yang didirikan korporasi milik Sukanto Tanoto, taipan di sektor industri kayu, energi, dan kelapa sawit.
Menurut Arwani, program Kemendikbud tidak boleh menabrak logika publik, yakni korporasi besar justru dibantu oleh negara. padahal, seharusnya korporasi besar turut membantu negara dalam penguatan program-program masyarakat seperti melalui skema CSR.
“Hentikan kegaduhan dengan melakukan koreksi total. Ajak duduk bersama seluruh stakeholder masyarakat sipil di bidang pendidikan,” ucap dia.
Kegaduah itu mencuat ke publik setelah PBNU dan Muhammadiyah menyatakan diri keluar dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud. Kedua ormas besar itu mengeritik kriteria pemilihan yang tidak membedakan antara lembaga CSR dan ormas.(EP)