Indonesiainside.id, Jakarta – Para calon jemaah haji dan umrah First Travel hingga kini belum mendapatkan keadilan dan kepastian hukum terkait nasib keberangkatan ibadah ke tanah suci. Berbagai cara telah diupayakan oleh calon jemaah, seperti memproses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga dengan menyepakati adanya perdamaian. Serta melaporkan ke Bareskrim Polri dengan harapan agar para calon jamaah masih tetap bisa diberangkatkan ke tanah suci.
“Iya, setidaknya uang yang telah mereka setorkan pada First Travel bisa dikembalikan,” kata kuasa hukum terpidana, Parur Dalimunthe, Senin (10/8).
Faktanya, lanjut dia, proses penegakan hukum yang berjalan sejak Agustus 2018 hingga akhirnya keluar Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3096K/PID.SUS/2018, tertanggal 31 Januari 2019, memupus semua harapan itu. Para terpidana dihukum dengan hukuman fantastis, dan harta yang disita dirampas untuk negara alih-alih dikembalikan kepada jamaah.
“Puncaknya, pada akhir tahun 2019 Kejari Depok berencana mengeksekusi harta yang dirampas negara tersebut,” ujarnya.
Ia menilai, putusan tersebut sangat tidak mencerminkan rasa keadilan di masyarakat baik bagi para terpidana maupun puluhan ribu calon jamaah First Travel, padahal jelas pasal 5 uu mahkamah agung menyatakan hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat, yang dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Saat ini, satu-satunya jalan untuk mengobati rasa keadilan dan mewujudkan tujuan penegakan hukum pada perkara First Travel adalah melalui upaya hukum luar biasa PK (Peninjauan Kembali) yang akan dilakukan terpidana Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraida Hasibuan.
“Kami, DNT Lawyers sebagai kuasa hukum para terpidana telah mengumpulkan bukti baru, baik dari dalam dan luar negeri, yang akan menjadi dasar yang menentukan permohonan PK,” katanya.
Adapun beberapa dasar-dasar pertimbangan pengajuan PK ini antara lain, pertama, gubungan hukum antara para pemohon PK (yakni para terpidana) dan jamaah umrah merupakan hubungan perdata.
Jauh sebelum perkara pidana diproses dan diputuskan, perkara PKPU telah didaftarkan lebih dahulu hingga terjadi perjanjian perdamaian (homologasi) antara para jamaah dan para terpidana.
“Secara hukum setiap orang tidak dapat dipidana akibat hubungan perdata,” ujar dia.
Maka, merupakan sebuah kekeliruan jika para terpidana dihukum karena melakukan penipuan dengan program umroh promo Rp14.300.000. Faktanya, para terpidana telah memberangkatkan 29.985 jamaah dari paket umrah promo sejak 16 November 2016 sampai 14 Juni 2017.
“Artinya tidak ada niat dari para pemohon PK untuk melakukan penipuan. Bahkan jauh sebelum itu, yakni sejak tahun 2010, First Travel telah memberangkatkan puluhan ribu jamaah tanpa halangan apapun,” jelasnya.
Secara hukum, menurut dia, aset yang dapat dirampas dalam perkara pencucian uang harus dikembalikan kepada yang berhak. Sangat keliru jika aset yang diduga merupakan hasil pencucian tersebut malah dirampas untuk negara. Seharusnya aset tersebut dikembalikan kepada para terpidana agar mereka dapat memenuhi kewajiban kepada para calon jamaah berdasarkan perjanjian perdamaian (homologasi).
“Secara hukum, aset yang dapat dirampas dalam suatu tindak pidana adalah benda-benda yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Pada kasus First Travel, para terpidana dinyatakan melakukan tindak pidana sejak tahun 2015-2017,” katanya.
Nyatanya harta benda milik terpidana yang diperoleh sejak tahun 2009-2014 juga turut dirampas seperti rumah, mobil dll (dan sebagian besar diantaranya ‘dikembalikan’ kepada oknum-oknum yang tidak berhak). Peninjauan Kembali (PK) ini diharapkan dapat memperjuangkan pemulihan hak-hak para calon jamaah yang menjadi korban First Travel serta hak hukum para terpidana pula.
“Kami juga meminta agar semua aset First Travel harus segera dikembalikan pada para terpidana agar bisa melaksanakan perjanjian damai (homologasi) kepada para calon jamaah. Dengan demikian para calon jamaah akan memperoleh kembali haknya serta memenuhi rasa keadilan,” katanya. (Msh)