Indonesiainside.id, Jakarta – Wacana intoleransi dan radikalisme terus menjadi topik yang hangat dalam perbincangan sebagian orang. Tema ini seakan tak pernah lepas dari belenggu ummat Islam di tanah air.
Hal ini juga menjadi topik utama yang dibicarakan dalam Webinar Silaturahmi Nasional Lintas Agama di Jakarta. Sejumlah tokoh lintas agama menyerukan toleransi untuk memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Ahad (27/12).
“Salah satu ajaran pokok Islam ialah menjaga keamanan,” kata Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta Syamsul Ma’arif dalam diskusi virtual tersebut.
Dia mengatakan pada dasarnya konteks aman satu akar dengan iman. Artinya, orang yang beriman kepada Allah SWT harus bisa menjaga rasa aman pula bagi orang lain. Dia mengutip Hadits Rasulullah SAW di mana salah satu cabang keimanan adalah menyingkirkan duri yang ada di jalan. Hadits ini berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasulullâh SAW bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu termasuk bagian dari iman.” (HR al-Bukhâri, no. 9 dan dalam al-Adabul Mufrad, no. 598; Muslim, 35 [58], dan lafazh hadits di atas adalah lafazh riwayat imam Muslim; Ahmad, II/414, 445; Abu Dawud, no. 4676; At-Tirmidzi, no. 2614; An-Nasâ-I, VIII/110; Ibnu Mâjah, no. 57; Ibnu Hibban, no. 166, 181, 191-at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbân).
Menyingkirkan gangguan di jalan adalah bagian paling bawah dari keimanan. Cabang iman yang paling tinggi dan paling pokok adalah mengucapakan dan mengimplementasikan kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ dalam keadaan tahu, sadar, dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata.
Kemudian cabang iman paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan yang artinya untuk mempermudah dan memperlancar jalannya kaum muslimin. Segala bentuk gangguan harus dijauhkan dari ummat Islam.
Terkait hadits tersebut, menurut Syamsul Ma’arif, duri tersebut bisa berbentuk intoleran, radikalisme, atau apa saja yang dapat mengganggu keamanan, dalam konteks kemasyarakatan.
“Oleh sebab itu, duri-duri yang ada harus kita singkirkan terutama bagi tokoh agama. Itulah perintah Agama Islam,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengatakan, dengan usia 75 tahun seharusnya saat ini Indonesia sudah membicarakan bagaimana membangun kesejahteraan bukan membahas masalah perbedaan ideologi lagi.
“Entah ada apa di bangsa kita sehingga masih berbicara tentang perbedaan. Seharusnya kita sudah berbicara tentang bagaimana membangun bangsa yang sejahtera, sejuk, aman dan sebagainya,” katanya dalam diskusi tersebut.
Merujuk dari masalah itu, tokoh yang kerap disapa Cak Nanto itu menilai ada yang keliru dalam pembelajaran kehidupan saat ini. Sebab, seharusnya bangsa Indonesia sudah jauh beranjak namun masih saja berhadapan dengan perbedaan-perbedaan.
Dalam pandangan atau konsep PP Muhammadiyah, jelas dikatakan bahwa Pancasila dan negara sudah menjadi keputusan final serta tinggal bagaimana masyarakat berjanji untuk membangunnya. “Jadi tidak ada lagi pembicaraan-pembicaraan yang seharusnya kita sudah selesai,” katanya.
Namun, anak bangsa masih saja disibukkan dengan masalah perbedaan ideologi, maka Indonesia semakin jauh tertinggal dari negara lain. “Bangsa lain sudah bicara teknologi dan pengembangan, sementara Indonesia masih mengatasi perbedaan ideologi. Pertanyaannya, di posisi mana kita membangun bangsa?,” ujar dia. (Aza/Ant)