Indonesiainside.id, Jakarta – Kasus aturan yang mewajibkan siswi di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) berpakaian muslimah menjadi kontroversi dan menarik perhatian perhatian berbagai pihak. Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Ustaz Jeje Zainudin urun tanggapan mengenai hal tersebut.
Pertama, kata dia, perlu dilakulan kroscek terlebih dulu, apakah benar ada pemaksaan atau tata tertib yang disepakati secara sukarela? “Karena, khawatir ada pihak-pihak yang mempolitisir, apalagi ini Sumbar sebagai basis muslim yang taat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (26/1).
Kedua, lanjutnya, dia setuju sekolah negeri umum tidak dibenarkan membuat aturan yang memaksakan tata tertib yang berdasar satu agama kepada siswa yang berbeda agama, baik agama Islam kepada non muslim ataupun non Islam kepada muslim. Ketiga, dalam memberlakukan aturan, pemerintah juga harus adil dan konsisten.
“Jangan ada kasus kalau pelanggaran aturan yang berupa pemaksaan agama luar Islam kepada siswa muslim terkesan disepelekan dan tidak ada tindakan tegas, malah ada kalanya dibela sebagai peraturan sekolah yang bersifat independen, umpamanya. Tetapi jika yang dianggap melanggar itu pihak Islam kepada non muslim, terkesan dibuat heboh dan ditindak tegas,” katanya.
Menurut dia, jika cara-cara penanganan kasus dilakukan seperti itu, maka jangan disalahkan apabila kemudian yang muncul di masyarakat adalah nuansa politis, seperti tuduhan dan stigma kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai pihak yang islamofobia. Maka, untuk menghindari munculnya pandangan masyarakat seperti itu, harus ditegakkan aturan secara adil dan seimbang.
“Jangan tebang pilih dan diskriminatif. Hukum juga pihak pihak pengelola sekolah yang melarang siswi muslimah memakai jilbab di sekolah mereka,” tuturnya.
Sementara, mantan Wali Kota Padang Fauzi Bahar menegaskan bahwa aturan yang mewajibkan siswi di sekolah negeri berpakaian muslimah bukan hal baru. Aturan berjilbab adalah sebuah kearifan lokal dan ini sudah dibuat lama sekali aturannya.
“Jauh sebelum republik ini ada, gadis Minang dulunya sudah berbaju kurung. Kita mengembalikan adat Minang berbaju kurung. Pasangan baju kurung adalah selendang. Agar tak diterbangkan angin, ada kain yang dililitkan ke leher, itulah yang namanya jilbab,” katanya.
Aturan berbusana ini diatur dalam Instruksi Walikota Padang No 451.442/BINSOS-iii/2005. Salah satu poinnya mewajibkan jilbab bagi siswi yang menempuh pendidikan di sekolah negeri di Padang. Nomenklaturnya ditujukan kepada siswi muslim, namun di lapangan siswi nonmuslim juga mengenakan jilbab ini.
“Aturan itu saya yang buat,” katanya.
Ditambahkannya, aturan itu dibuat dengan semangat bukan paksaan bagi nonmuslim, tapi melindungi generasi bangsa.(EP)