Indonesiainside.id, Jakarta – Presiden Nusantara Foundation Imam Shamsi Ali membela tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin, yang dituding radikal oleh Gerakan Anti Radikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR ITB). Ia menilai, sikap GAR ITB kepada Din hanya politisasi agama.
“Kini kecenderungan itu merambah ke ranah konsep karakter orang atau sekelompok orang. Seseorang dengan mudah dianggap intoleran hanya karena yang bersangkutan tidak sejalan dengan posisi pilitiknya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (15/2).
Pendiri dan pengasuh sebuah pondok pesantren di Amerika Serikat ini merasa khawatir dengan politisasi kata radikal yang terjadi saat ini, begitu pula dengan kata moderat. Seseorang, imbuhnya, akan mudah dilabeli radikal hanya karena berseberangan secara politik.
“Penilaian radikal dan atau moderat itu banyak ditentukan oleh kepentingan, termasuk kepentingan politik. Dan pada akhirnya nilai itu terasa kehilangan esensinya,” katanya.
Din Syamsuddin merupakan tokoh nasional dan internasional dalam ranah diplomasi lintas agama. Pernah menjabat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah selama dua periode.
Din juga berperan sebagai Presiden Kehormatan Agama-Agama Dunia untuk perdamaian (World Religion for Peace) dan seabrek posisi nasional maupun internasional di bidang ini.
“Saya pribadi sangat terkejut dan kecewa,” kata Shamsi Ali.
“Karena saya yakin, siapa saja memiliki logika sehat akan melihat pak Din tidak saja sebagai tokoh nasional dan internasional yang moderat. Tapi beliau berada di jalan perjuangan untuk membangun Moderasi (advancing moderation) dan perdamaian dunia,” jelasnya.
Din juga pernah menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Perdamaian dan Dialog antar Agama dan Peradaban. Hanya saja, Din meninggalkan posisi itu karena ada sesuatu yang tidak sejalan dengan visi beliau sebagai tokoh agama dan perdamaian.
Shamsi mengajak siapa pun untuk menghentikan prakatik politisasi istilah radikalisme atau moderasi. Selain hanya menambah keresahan dalam masyarakat, katanya, juga akan semakin mempertajam kecenderungan karakter “we vs them”, sederhananya mempertajam konflik sosial. (Aza)